Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Merefleksikan Kejadian Hari Ini dengan Kisah dalam "Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis"

16 Maret 2019   14:47 Diperbarui: 16 Maret 2019   14:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Seorang warga Australia berusia 28 tahun melakukan penembakan di masjid di Christchurch, Selandia Baru pada hari Jumat, 15 Maret 2019. Dalam kejadian itu, menurut berita dari tribunnews.com, 40 orang tewas dan 20 orang lainnya luka-luka. Yang membuatku cukup terkejut, aksi penembakan tersebut direkam oleh pelaku sendiri dan dia mengunggahnya di media sosial. Tidak khawatirkah dia akan tertangkap oleh pihak yang berwajib dan dihukum? Apakah dia bangga dengan perbuatannya menghilangkan nyawa sedemikian banyak orang? Tidakkah dia merasa bersalah?

Aku kemudian teringat dengan buku Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis yang diterbitkan oleh Buku Mojok. Buku ini merupakan kumpulan kisah-kisah masa silam yang sebagian besar ceritanya relevan dengan situasi saat ini.

Dalam tulisan terakhir yang berjudul 'Pembunuhan' di buku ini, dikatakan bahwa kekejaman manusia sering kali melebihi batas. Di situ, Cak Rusdi, penulisnya, memaparkan kisah-kisah tentang kekejaman orang-orang yang membunuh tanpa perasaan seolah mereka bukan manusia. Mereka merasa bersalah? Tidak. Mereka takut? Tidak. Mereka tidak punya masalah-masalah seperti itu. Masalah mereka adalah: memangnya nyawa siapa yang dihabisi? Nyawa 'kita' atau nyawa 'mereka'.

Dari inews.id, aku membaca bahwa pelaku penembakan di masjid di Selandia Baru mengunggah manifesto (pernyataan atas tindakannya) di internet. Dalam manifesto tersebut dikatakan bahwa pelaku menyerang masjid untuk membuat suasana ketakutan dan menghasut kekerasan terhadap muslim. Pelaku dengan bangga menyebut dirinya sebagai seorang fasis. Selain itu, dia mengatakan bahwa dia melakukan penembakan tersebut karena kecewa melihat Prancis 'telah diinvasi' oleh orang-orang non-kulit putih. Juga, ini merupakan aksi balas dendam atas apa yang terjadi di Eropa. Ketika seorang siswi di Stockholm, Swedia tewas dibunuh oleh seorang muslim.

Hal ini mengingatkanku pada kutipan dalam buku Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis di halaman 21: "Kebencian, dendam, dan fanatisme memang bisa muncul dari kelompok mana saja tanpa alasan apapun". Persis seperti kebencian yang ditebar oleh pembuat teror di Selandia Baru itu.

Kutipan itu adalah bagian dari tulisan berjudul 'Agama'. Dalam tulisan itu, Cak Rusdi bercerita tentang kondisi kampungnya. Saat masih kecil, Cak Rusdi diminta oleh ayahnya, yang merupakan pengurus Muhammadiyah, untuk belajar mengaji di langgar milik Kiai NU. Orangtua Cak Rusdi pun aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan di kampungnya yang sebagian besar penganut NU. Solat Jumat di masjid NU, mengundang Kiai NU saat ada hajatan, ikut tahlilan, dan datang ke acara maulid Nabi. Saat Cak Rusdi SMA, ayahnya mengatakan bahwa beliau tidak mau memperdebatkan soal 'baju'. Baginya, organisasi NU, Muhammadiyah, Persis, dan yang lainnya hanyalah soal baju.

Tahun 1996, Situbondo, kampung Cak Rusdi, dibakar oleh kebencian. Hampir semua gereja yang ada dibakar oleh orang-orang yang marah. Kejadian serupa berulang ketika Gus Dur diturunkan dari kursi kepresidenan. Sekolah milik Muhammadiyah dibakar. Dan kini, identitas dan latar belakang organisasi menjadi hal yang penting untuk diperselisihkan. Ajaran agama diperdebatkan di antara mereka dan masing-masing mendaku ajarannya paling benar.

Yang diceritakan Cak Rusdi ini, adalah kejadian dalam satu kabupaten kecil, dan masih dalam lingkup yang kecil dengan ajaran yang sebenarnya sama. Lalu bagaimana ketika kebencian itu melibatkan lingkup yang lebih besar dengan agama dan suku bangsa yang berbeda seperti yang terjadi di Selandia Baru kemarin?

***

Membaca tulisan-tulisan yang ada dalam buku Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis ini aku jadi banyak merenung. Kisah-kisahnya memang seperti dongeng masa lalu yang sepertinya mustahil terjadi di kehidupan kita. Namun kontemplasi yang dituliskan oleh Cak Rusdi di setiap akhir tulisannya, membuatku berfikir ulang. Sepertinya, secara tidak sadar aku bisa berperilaku buruk. Misalnya dengan meremehkan atau mentertawakan orang lain.

Aku akan ceritakan sedikit tentang laki-laki yang tak berhenti menangis. Alkisah, ketika Nabi Nuh sedang sibuk menggali tanah untuk menanam pohon, beliau dihampiri oleh seekor kambing yang istimewa. Kambing tersebut berkaki lima, bermata tiga, dan bermulut mencong. Nabi Nuh kemudian menertawakan kambing tersebut dan mengatainya jelek. Kambing itu lalu berbicara seperti manusia, "apakah kamu lupa bahwa penciptaku dan penciptamu sama?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun