"Kamu dari Jogja pindah ke Bekasi?" tanya seorang teman yang aku temui di The Jakarta Post Writer Series 2018. "Apa rasanya?"
"Panas," jawabku singkat.
"Hawanya?" tanya temanku lagi.
"Semuanya," jawabku. "Hawanya panas, orang-orangnya juga kalo dibelek darahnya mendidih, aku rasa. Liat aja noh kalo di jalanan. Aku aja nih, yang kalau di Jogja bisa naik motor dari Kaliurang ke Parangtritis, suruh ngendarai motor di Jalan Ahmad Yani Bekasi sana angkat tangan. Mending ngeluarin duit buat bayar tukang ojek."
Temanku itu tertawa.
"Iya lah," katanya. "Di Jogja orang-orangnya santai banget. Di lampu merah sepi aja masih mau berhenti."
"Orang-orangnya tuh gak dalam kondisi buru-buru soalnya,"kataku. "Mereka cukup banyak waktu untuk menikmati perjalanan dan untuk tiba di tujuan tepat waktu."
"Ada temenku yang punya proyek di Jogja, Mei," dia memulai cerita. "Katanya dia selalu geregetan tiap naik motor di Jogja. Orang pada berkendara pelan-pelan. Dia naik motor sampe sering klakson-klakson."
"Nah itulah," sahutku, "Kalo dalam keadaan tenang ada mobil atau motor yang klakson-klakson gak penting di Jogja, aku selalu liat plat nomornya. Dan sebagian besar yang kayak gitu adalah kendaraan plat B."
Temanku itu tertawa lebih keras.
***