Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jaminan Kesehatan untuk Seluruh Rakyat Indonesia 2019, Siap?

13 April 2018   08:56 Diperbarui: 13 April 2018   09:44 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Panitia penyelenggara acara ini nakal nih," kata Ibu Sifing Lestari, moderator dalam diskusi publik yang berjudul (Mimpi) Jaminan Kesehatan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengawali sesi diskusi. "Kita akan membicarakan sampai dimana persiapan kita untuk menuju Indonesia Universal Health Coverage 2019. Tapi panitia memberikan tambahan kata mimpi yang di dalam kurung di depan judulnya? Ada apa ini? Apakah jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi rakyat Indonesia belum bisa tercapai dan masih sebatas mimpi?"

Bertempat di Sofyan Inn Tebet, Jakarta, pada tanggal 11 April 2018 kemarin Dompet Dhuafa berkolaborasi dengan lembaga riset IDEAS dan IMZ DD University menyelenggarakan diskusi publik kesehatan ini. Pemapar materi dalam forum ini adalah Bapak Yusuf Wibisono selaku direktur IDEAS, bapak Chandra Nurcahyo, asisten deputi bidang pengelolaan faskes primer yang mewakili BPJS Kesehatan, dr. Prasetyo Widi Buwono Sp.PD KHOM, wakil Sekjen PB IDI, dan dr. Rosita Rivai, GM Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa.

Universal Health Coverage (atau yang biasa disebut sebagai jaminan kesehatan cakupan semesta) adalah sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan. Pemerintah menargetkan Indonesia akan mencapai jaminan kesehatan cakupan semesta ini pada tahun 2019. Artinya, seluruh penduduk Indonesia berhak mendapatkan jaminan kesehatan pada akhir tahun 2019. Apakah target ini bisa terpenuhi?

Pak Yusuf Wibisono memaparkan tentang kesenjangan kesehatan yang terjadi di Indonesia pada kesempatan itu. Dengan bantuan sebuah grafik, Pak Yusuf memaparkan tentang pengeluaran per kapita yang sebanding dengan usia harapan hidup. Artinya, status sosial ekonomi yang lebih rendah berasosiasi kuat dengan tingkat kesakitan dan kematian yang lebih tinggi. Namun selain masalah status ekonomi, ada intervensi lain yang juga mempengaruhi kesehatan masyarakat seperti kualitas tempat tinggal dan lingkungan hidup, pola makan, gaya hidup, dan layanan kesehatan.

Masalah layanan kesehatan yang kemudian membuat kita bertanya lagi, bisakah seluruh rakyat Indonesia mengakses kesehatan di tahun 2019?

"Tenaga medis, terutama dokter, masih terkonsentrasi di daerah padat penduduk saja, terutama kota-kota besar yang menawarkan kelengkapan fasilitas, serta karir dan pendapatan yang tinggi. Di sebagian daerah, masih banyak puskesmas yang tidak memiliki dokter tetap. Bahkan di beberapa kabupaten, hanya ada 1 puskesmas dalam 1 kabupaten," kritik Pak Yusuf dalam pemaparannya.

peserta yang bertanya (dokumentasi pribadi)
peserta yang bertanya (dokumentasi pribadi)
Dr. Prasetyo Widi Buwono Sp.PD KHOM menyebutkan salah satu indikator ketercapaian Universal Health Coverageadalah pelayanan kesehatan yang berkualitas. Masih kurang maksimalnya pelayanan kesehatan bisa menjadi hambatan Indonesia mencapai Universal Health Coverage di tahun2019. Dr. Prasetyo menceritakan pengalamannya dalam menangani pasien kanker di rumah sakit. Ada pasien yang harus mendapat terapi kemo namun obatnya sedang kosong. Ketika obatnya sudah tersedia di rumah sakit, kamar rawatnya penuh. Ada lagi yang sudah mendapatkan kamar rawat namun obatnya sudah habis lagi.

Hal-hal semacam itu yang masih menjadi PR pihak-pihak yang berwenang. Selain juga, perlunya memaksimalkan peran fasilitas kesehatan tingkat pertama. Universal Health Coverage tidak hanya sebatas pengobatan penyakit atau pelayanan di rumah sakit, melainkan seluruh upaya kesehatan mulai dari pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi, hingga meringankan kesakitan. Termasuk juga promosi kesehatan.

Seperti yang sudah disebutkan, Indonesia menargetkan pada akhir tahun 2019 seluruh penduduk mendapat jaminan kesehatan. Pemerintah mewajibkan seluruh warga negara untuk menjadi peserta BPJS kesehatan. Dari data Sistem Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional yang diakses pada bulan April 2019, jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) baru mencapai 73,3%. Artinya, masih ada 26,7% yang belum memiliki jaminan kesehatan.

Pertumbuhan jumlah peserta di tahun 2017, hanya sekitar 0,65%. Dengan angka ini, maka diperkirakan sampai akhir tahun 2019 hanya akan mencapai 85,3% penduduk yang menjadi peserta JKN-KIS. Walau begitu, menurut Pak Chandra BPJS Kesehatan optimis bisa mencapai 95% penduduk Indonesia (berdasarkan data kependudukan) yang menjadi peserta JKN-KIS di akhir tahun 2019.

BPJS Kesehatan juga berupaya untuk memaksimalkan fungsi fasilitas kesehatan tingkat pertama. Di antaranya dengan menetapkan 44 penyakit yang harus bisa ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama, meminta mereka mengadakan program pengelolaan penyakit kronis, dan menghubungi peserta JKN-KIS untuk memantau status kesehatan peserta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun