"Mbak, kamu gak kesepian apa kemana-mana sendirian gitu?"
"Meta, kamu jangan sibuk kerja sama jalan-jalan mulu. Cari Pacar, donk..."
"Kamu sebenernya mau menikah gak sih?"
Sampai tahun lalu, suara-suara itu masih nyaring terdengar di telingaku. Hingga awal tahun ini, seorang laki-laki datang ke rumah orang tuaku dan bilang kalau tengah tahun nanti orangtuanya akan datang untuk melamarku. Dan, tepat tanggal 17, 2 bulan yang lalu aku menikah.
Dari seorang teman aku mendengar, orang-orang di kantorku yang lama berdesas-desus tentang diriku. Seseorang yang keenakan menjomblo dan sempat membuat geger gara-gara dapet hadiah dari jombloo.co (yang mereka kira adalah klub orang-orang jomblo) akhirnya menikah.
Upacara pernikahan adalah sebuah perhelatan yang walaupun dibuat sederhana tetap saja melibatkan banyak orang dan banyak keribetan. Ada banyak drama yang terjadi selama persiapan hingga hari pernikahanku. Apa saja dramanya, tentu tidak perlu disebutkan di sini. Sepertinya hampir semua orang yang menikah, memiliki dramanya masing-masing.
Suamiku adalah laki-laki terbaik yang aku temui setelah ayahku. Ketika aku mendapatkan masalah, dia yang ada di depanku untuk membantuku dan menjagaku. Aku sering melihat di beranda facebook, banyak wanita yang kaget dengan suaminya yang ternyata berbeda sekali sikapnya sebelum dan setelah menikah. Sampai saat ini, suamiku adalah sosok yang sama dengan saat pertama kali kami berkenalan.Â
Sosok pria yang moody, suka khawatir tentang segala sesuatu, agak lebai, tapi yang pasti dia baik. Hanya ada beberapa kebiasaan buruk yang baru aku tahu saat aku bertemu dia dari pagi ketemu pagi.
Dia juga bukan tipe suami seperti bapak-bapak yang ada di buku ajar terbitan Balai Pustaka, yang membiarkan istrinya mengerjakan semua pekerjaan rumah. Kami berbagi semua hal termasuk pekerjaan rumah.Â
Pagi-pagi ketika aku sedang menyiapkan sarapan, dia dengan sukarela membantuku mencuci baju. Atau kalau tidak ada baju yang dicuci, dia akan membantu untuk menyapu. Sekali-sekali dia tidak melakukan apapun karena lelah bekerja. Kami sepakat untuk membangun rumah tangga berdua. Sehingga segala urusan kami musyawarahkan dan kami bagi berdua.
Sekali-sekali kami bertengkar. Namun kami segera berbaikan.Kami membicarakan apapun yang kami rasakan dan kami alami. Sebab seseorang pernah menasehati, tidak boleh ada rahasia di antara kami sendiri.