Mohon tunggu...
Meindah Nursita
Meindah Nursita Mohon Tunggu... Staff Operasional Lembaga Pelatihan SDM Soft Skill

Hobi : Jalan-jalan dan Design gaun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ruang Guru dan Malaka Project: Dua Jalan Menuju Transformasi Pendidikan Nonformal

3 Agustus 2025   09:09 Diperbarui: 3 Agustus 2025   08:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Clash Of Champions season 2 ruang guru (Foto/Instagram @ruangguru) 

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia mengalami pergeseran besar. Bukan hanya dalam hal teknologi, tetapi juga dalam cara masyarakat memandang pendidikan itu sendiri. Di tengah tantangan pemerataan akses, muncul dua inisiatif pendidikan nonformal yang patut diperhatikan: Ruang Guru dan Malaka Project.

Keduanya tidak lahir dari institusi formal, tapi dari keresahan kolektif---bahwa masih banyak anak bangsa yang belum mendapatkan kesempatan belajar yang layak, apalagi yang relevan dengan zamannya.

  • Ruang Guru: Membuka Peluang Setara bagi Semua Anak Bangsa

Nama Ruang Guru mungkin sudah tidak asing lagi. Melalui layanan bimbingan belajar daring, platform ini menyasar pelajar dari jenjang TK hingga SMA. Namun lebih dari sekadar "bimbel online", Ruang Guru punya misi sosial yang kuat: membuka akses pendidikan berkualitas untuk semua kalangan, tidak hanya yang mampu secara finansial.

Dengan kurikulum terstruktur dan mentor profesional, mereka menyederhanakan konsep belajar agar bisa diakses siapa saja---bahkan hanya dengan ponsel di tangan. Tujuan mereka bukan sekadar meningkatkan nilai ujian, tapi membentuk pola pikir logis dan sistematis sejak dini. Ini penting, karena kesenjangan pendidikan di Indonesia tidak hanya soal uang, tapi juga soal informasi dan bimbingan yang tak merata.

Salah satu program yang menarik perhatian adalah Clash of Champions (CoC)---sebuah ajang kompetisi belajar yang mempertemukan puluhan mahasiswa berprestasi dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia dan luar negeri. CoC bukan hanya tempat "adu pintar" (uji kemampuan logika, penalaran, kecepatan, dan strategi) semata, tapi lebih sebagai panggung inspiratif dan juga ruang pembuktian bahwa anak-anak dari berbagai latar belakang bisa tampil luar biasa. Anak-anak yang tampil cemerlang di CoC bukanlah hasil keberuntungan instan, melainkan buah dari proses panjang dan keterlibatan orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan.


  • Malaka Project: Menghidupkan Kesadaran Kolektif

Malaka Project Goes to Campus UGM (Foto/Instagram @malakaproject.id) 
Malaka Project Goes to Campus UGM (Foto/Instagram @malakaproject.id) 

Berbeda dengan pendekatan akademik, Malaka Project mengambil jalur yang lebih filosofis dan sosial. Inisiatif ini lahir dari kegelisahan sembilan individu muda terhadap pola pikir masyarakat yang mudah terjebak dalam disinformasi dan kehilangan arah kritis.

Melalui podcast, monolog ekonomi, talkshow interaktif, dan konten media sosial, Malaka menyasar generasi muda---khususnya mahasiswa dan pekerja urban---untuk membangun cara berpikir yang reflektif, logis, dan kontekstual. Pendekatannya ringan tapi tajam. Mereka tidak menggurui, tetapi mengajak berpikir bersama.

Yang membuat Malaka unik adalah keberaniannya mengangkat isu-isu sosial-politik secara terbuka, namun dengan gaya komunikasi yang hangat dan mudah dipahami berbagai kalangan. Di tengah minimnya ruang dialog yang sehat, Malaka menjadi oase yang membantu publik menyusun ulang cara berpikir dan menumbuhkan empati.


  • Dua Arah, Satu Tujuan

Meski jalurnya berbeda, Ruang Guru dan Malaka Project punya kesamaan mendasar: sama-sama percaya bahwa pendidikan bukan hanya milik sekolah. Pendidikan bisa hadir lewat aplikasi, podcast, diskusi, atau bahkan monolog di panggung kecil. Yang dibutuhkan hanyalah ruang dan niat belajar.

Ruang Guru membangun fondasi akademik dan membuka akses bagi mereka yang selama ini belum mendapatkan akses Pendidikan yang berkualitas. Sementara Malaka Project menjadi batu asah untuk nalar, empati, dan kesadaran sosial. Dua pendekatan ini saling melengkapi: satu membekali, satu menyadarkan.

Keduanya mengajarkan bahwa pendidikan adalah proses seumur hidup, dan bahwa belajar bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dengan cara yang tak selalu konvensional.

  • Akhir Kata: Kita Semua Punya Peran

Transformasi pendidikan nonformal di Indonesia bukan hanya tugas platform atau organisasi. Ini juga menjadi ajakan bagi kita semua---sebagai orang tua, pendidik, atau warga biasa---untuk lebih terbuka terhadap bentuk-bentuk belajar baru.

Sebab jika ingin Indonesia benar-benar maju, maka pendidikan tak boleh berhenti hanya di ruang kelas. Ia harus mengalir, meluas, dan terus tumbuh di tengah masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun