PAMEKASANÂ -- Insiden dugaan keracunan massal yang menimpa 37 siswa di Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, usai menyantap hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuka tabir potensi masalah serius. Penyebab pasti masih menjadi misteri, sementara sikap bungkam pihak penanggung jawab dan lambatnya rilis hasil laboratorium memicu pertanyaan publik mengenai standar keamanan dan akuntabilitas program.
Kronologi Kejadian dan Dugaan Ayam Basi
Peristiwa yang terjadi pada Senin (15/9/2025) ini bermula setelah para siswa mengonsumsi menu yang terdiri dari nasi goreng, telur, semangka, dan ayam suwir. Menurut keterangan salah satu wali murid, kondisi lauk ayam suwir menjadi sorotan utama karena diduga menjadi sumber masalah.
"Sudah basi," ujar wali murid tersebut yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan. Kesaksian ini menjadi petunjuk awal bagi penyelidikan, mengarahkan fokus pada kualitas dan proses penyiapan bahan makanan yang didistribusikan dalam program tersebut.
Hingga kini, puluhan keluarga korban masih menantikan kepastian mengenai penyebab anak-anak mereka mengalami gejala keracunan, seperti mual dan pusing. Insiden ini menegaskan bahwa setiap kelalaian dalam program yang menyangkut gizi dan kesehatan anak memiliki risiko fatal.
Penyelidikan Berjalan Lamban, Otoritas Terkesan Lepas Tangan
Upaya untuk mengungkap penyebab pasti insiden ini terhambat oleh proses uji laboratorium yang belum kunjung rampung. Kepala Bidang Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan, Ahmad Syamlan, menyatakan pihaknya masih menunggu hasil dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya.
"Belum keluar hasil labnya. Untuk SOP BPOM Surabaya, maksimal 14 hari sejak sampel diterima," jelas Ahmad Syamlan.
Di tengah penantian tersebut, sikap Badan Gizi Nasional (BGN) Kabupaten Pamekasan sebagai koordinator program justru menambah kebingungan. Upaya konfirmasi berulang kali kepada Koordinator BGN Pamekasan, Hariyanto, tidak membuahkan hasil dan tidak pernah direspons.
Sementara itu, Kepala Dinkes Pamekasan, Saifudin, menegaskan bahwa posisi institusinya dalam program MBG terbatas. Menurutnya, Dinkes hanya menjadi bagian dari tim satuan tugas (satgas) yang surat keputusannya (SK) bahkan masih dalam proses pengajuan.
"Sekarang sedang pengajuan SK Satgas MBG ke Bupati. Dinkes hanya bagian dari tim," ucap Saifudin. Pernyataan ini mengindikasikan adanya potensi kekosongan dalam struktur pengawasan yang jelas dan tegas terhadap pelaksanaan program di lapangan.
Insiden keracunan massal ini menjadi preseden buruk yang menuntut evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola program Makan Bergizi Gratis, mulai dari pengadaan bahan baku, proses memasak, hingga distribusi, untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang kembali.