Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Budi Pekerti untuk Indonesia

15 Desember 2018   10:46 Diperbarui: 15 Desember 2018   10:51 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keberhasilan sebuah program pendidikan, hendaknya diikui dengan praktik yang sinergis dari berbagai pihak. Pendidikan yang erat dengan lingkungan sosial ini tidak dapat berdiri sendiri. Pendidikan membutuhkan tangan kanan sebagai penggerak meraih tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai. Hakikatnya, pendidikan tidak sekadar belajar mendengar, melihat, dan merasa apa yang belum kita tahu, melainkan pemaknaan dan pemahaman, serta kesadaran. Pendidikan merupakan lompatan indah dari strategi perencanaan keberhasilan bangsa.

Keberhasilan pendidikan dapat dimulai dari sikap, karakter, dan perilaku keseharian. Sebagaimana yang diungkapkan tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak bisa dipisahkan karena bagian komponen memajukan hidup anak-anak. Menindaklanjuti pernyataan tersebut, kita mendapatkan kata kunci utama "budi pekerti". Tentunya kita tahu, budi pekerti yang kita kenal adalah menyoal perilaku, tingkah laku, kebiasaan, juga keseharian yang dilakukan oleh manusia. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan manusia semua bermula dan berakhir pada bentuk budi pekerti. Entah tergolong yang baik atau buruk.

Subjek dari pendidikan adalah diri sendiri. Sedangkan, objek pendidikan diprakarsai oleh guru, orang tua, hingga masyarakat. Ketiga objek pendidikan tersebut mendapatkan posisi yang strategis guna mencapai tujuan dan cita-cita pendidikan. Anak sebagai subjek pendidikan memilii posisi tertinggi. Kemudian diikuti oleh guru, orang tua dan terakhir masyarakat. Guru berperan dalam mendampingi, mengawasi, juga memberikan contoh yang baik kepada siswa ketika berada di lingkungan sekolah. Begitupula orang tua, berperan mendidik, mengawasi, juga  mendampingi segala bentuk aktivitas anak dalam keseharian. Orang tua hendaknya tahu: apa yang anak lakukan dan dengan siapa anak bergaul. Tak kalah pentingnya, peran masyarakat. Kebiasaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat memiliki pengaruh besar guna mendukung pemberdayaan budi pekerti bagi anak. Masyarakat harus bertindak sebagai refleksi sosial.

Pendidikan Indonesia

Berbicara soal pendidikan Indonesia, nampaknya kita harus banyak-banyak intropeksi diri. Mengapa demikian? Ibarat pendidikan itu kain putih, kain tersebut sudah penuh dengan noktah-noktah hitam yang cukup mengerikan. Fenomena-fenomena yang muncul di dunia pendidikan sering kali menjadi topik hangat di berbagai media. Misalnya, keburukan pendidikan di antaranya banyak siswa yang tidak lulus ujian, siswa sering bolos sekolah dengan berbagai alasan, guru melakukan kekerasan fisik terhadap siswa, kompetensi guru yang minim, guru hanya menyuruh tanpa memberikan teladan, sistem pendidikan dipandang sebelah mata,  kurikulum membuat bingung karena setiap ganti menteri, ganti pula kurikulumnya, pemerintah menaikkan biaya SPP, hak siswa meraih pendidikan kurang, sekolah kurang memfasilitasi siswa untuk pengembangan bakat, dan hubungan sosial sering bertolak belakang dengan pendidikan.

Mengingat keburukan pendidikan di atas. Miris rasanya jika disebutkan satu per satu. Untuk itulah, dalam meminimalisir keburukan-keburukan pendidikan perlu adanya kerja sama antarlembaga pendidikan dan wali murid, terlebih juga masyarakat yang tidak kalah berbahaya ketika mampu memberikan pengaruh kepada anak.

Pendidikan Jepang

Perlu kita ketahui, bagi masyarakat Jepang pendidikan itu utama dan nomor satu. Antara guru, orang tua, dan masyarakat memiliki pemikiran dan komitmen yang sama untuk merancang proses pendidikan yang sehat. Artinya, semua pihak saling bekerja sama, mendukung, dan turut serta terjun dalam dunia pendidikan.

Pemantauan proses pendidikan di Jepang sangat kuat. Tidak ada siswa yang membolos sekolah, seperti di Indonesi. Jangankan membolos, apabila siswa tidak masuk sekolah ia sangat menyesal. Kemudian, ketika masuk sekolah dengan aktif mereka akan segera menemui gurunya, lalu bertanya tentang pembelajaran yang sempat tidak mereka ikuti. Jika ada tugas, maka langsung meminta mengerjakan tugas tersebut.

Selain itu, Siswa malu jika terlambat sekolah. Pembiasaan tertib dan disiplin di Jepang sangatlah diutamakan. Tidak cukup di lingkungan sekolah saja. Ketika di rumah pun apabila sudah jadwalnya makan maka mereka segera makan. Bagi masyarakat Jepang makan tiga kali dalam sehari adalah wajib. Di sana masyarakat dilarang melakukan puasa. Pasalnya, puasa dapat menyebabkan penyakit. Kesehatan tubuh sangat dioptimalkan sehingga jarang masyarakat di sana yang sakit sampai berhari-hari.

Tak kalah menariknya, ada pembelajaran bagus yang diberlakukan anak Jepang, yaitu berupa ikrar 3 jati diri yang baik. Pertama, jika berkata tidak berbohong. Kedua, jika berjanji tidak berkhianat. Dan ketiga, jika diberi amanah selalu disampaikan. Tiga ikrar itu sudah melekat kuat dalam jati diri anak. Oleh karena itu, tidak diragukan jika anak-anak yang hidup di Jepang memiliki budi pekerti yang baik, seperti yang sudah dicontohkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun