Besarnya modal dan lamanya hasil yang diperoleh menjadi momok tersendiri bagi petani lada. Ditambah, harga lada kini tak juga beranjak naik. Saat ini, harga lada di tingkat petani hanya Rp65 ribu per kilogram. Padahal, untuk panen perdana paling lama dibutuhkan waktu 3 tahun. Setelah itu lada dapat dipanen kembali sampai 5 tahun ke depan.
Disinilah, peran serta bisnisman atau pengusaha guna membantu para petani. Terutama dalam bantuan permodalan. Para pengusaha dapat memberikan bantuan permodalan kepada para petani. Tentu dengan bunga yang ringan.
Selain itu, para pengusaha dapat memberdayakan petani lada dengan membuat produk lada. Yakni, dengan mengemas lada sehingga tampak berkelas dan higienis. Dengan demikian, otomotis membuat harga lada akan naik. Harga lada yang belum dikemas saat ini, adalah Rp65 ribu per kilogram. Namun, jika sudah dibuat dalam bentuk kemasan harganya bisa Rp150.000 per kilogram. Â
Government Â
Rumus ketiga dalam pengembalian kejayaan lada ialah government atau pemerintah. Baik pemerintah daerah maupun pusat. Yakni, dengan penyediaan bibit unggul dan murah kepada para petani. Harga bibit lada sekarang di tingkat petani mencapai Rp12 ribu per batang.Â
Mahalnya harga bibit lada ini mendorong banyak petani menggunakan bibit bermutu rendah. Akibatnya, dengan bibit bermutu rendah, pertumbuhan tanaman akan terhambat, rentan terhadap serangan hama penyakit dan penurunan produksi. Selektif terhadap bibit yang digunakan sangat penting karena lada termasuk tanaman tahunan yang baru berproduksi mulai akhir tahun kedua atau ketiga dan membutuhkan biaya produksi lebih besar. Dengan demikian, hal ini harus diperbaiki.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui jika penyediaan bibit unggul adalah yang harus pertama dilakukan. Di Babel, ada tujuh varietas lada lokal yang potensial dan berkualitas nasional. Namun dari ketujuh varietas tersebut, lada Petaling 1 masih paling banyak diminati dibandingkan varietas lada lainnya. Adapun Varietas lada yang sudah diakui Kementerian Pertanian yakni Petaling 1, Petaling 2, Lampung Daun Kecil (LDK), Chunuk, Natar 1, Natar 2 dan Bengkayang.
Kementerian Pertanian sendiri dalam dua tahun terakhir telah mengalokasikan bibit lada unggul senilai Rp 5,5 triliun ke provinsi yang menjadi sentra produksi lada di Indonesia. Yakni Bangka Belitung, Luwu Raya, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Bagaimana hasilnya? menurut Mentan saat pelepasan ekspor lada putih di perkebunan lada putih Desa Air Seruk, Belitung, Sabtu (4/5) lalu, bibit unggul produktivitasnya mencapai 2,5 ton per hektare per tahun, bahkan bisa mencapai tiga ton per hektare per tahun. "Kita sudah buktikan empat tahun terakhir, dulu ekspor kita 33 juta ton, tetapi pada 2018 meningkat menjadi 42 juta ton. Artinya naik hampir 10 juta ton," ujar Mentan dikutip dari Replubika.co.id. Untuk itu, bantuan bibit unggul harus terus ditingkatkan dan digalakkan. Sebab, akan mempengaruhi jumlah produktivitas yang dihasilkan.
Selain itu, pemerintah perlu bersama membangkitkan semangat petani dalam menanam kembali lada sebagai salah satu 'budaya' dari masyarakat Babel khususnya. Sebab, dari tahun ke tahun lahan perkebunan lada terus menurun. Penurunan ini terus terjadi hingga tersisa 163 hektar. Hal ini berlawanan dengan Vietnam. Luas lahan perkebunan lada di Vietnam terus meningkat.Â
Menurut Blooomberg, tahun ini diprediksi area perkebunan lada di Vietnam akan mencapai 100 ribu hektar. Adanya perluasan lahan perkebunan lada ini tentu secara langsung meningkatkan produksi lada di Vietnam. Dari 125 ribu ton lada pada 2011, dan diprediksi lada Vietnam akan meningkat hingga 150 ribu ton. Untuk itu, penanaman lada perlu digiatkan kembali.