Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tak Ada Lagi Hukum di Bumi Pertiwi

21 April 2021   21:14 Diperbarui: 21 April 2021   21:22 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tegaknya keadilan selalu menjadi impian banyak orang sekaligus menjadi momok yang menyeramkan bagi pejabat dan pemerintahan. Namun mimpi adalah mimpi, kita kerapkali dibangunkan oleh kenyataan yang mengatakan bahwa keadilan di Bumi kita tidak pernah tegak, ia bagaikan ubur-buru yang memiliki kaki namun tidak pernah mampu untuk berdiri.

Keadilan sebenarnya adalah laksana ayah dalam lingkup kekeluargaan, ilmunya adalah Undang-Undang Dasar dan tangannya adalah para hakim. Namun kerapkali sang ayah memandang bulu, meninggikan kaum yang satu dan merendahkan kaum yang lain. Bahkan sang ayah pada akhirnya menjadi seorang bajingan, karena ia mampu dibeli oleh anaknya sendiri.

Entah sudah berapa kasus yang terjadi namun tidak pernah ada tindakan yang berarti. Kita semua pada akhirnya menjadi superior oleh keadilan itu sendiri dan menutup diri dari kebaikan. Beberapa yang tidak terima pada akhirnya menjadi anak durhaka yang berani mengangkat senjata untuk melawan kemungkaran.

Perkelahian terjadi, menjelma menjadi pengeboman dan pembunuhan yang tiada memiliki kesudahan. Namun pada akhirnya, mereka yang membangkang hanyalah orang lemah yang tidak berdaya dihadapan moncong senjata. Mereka ditembak dan mati. Nama mereka di cap sebagai pengkhianat negara, kita takluk dan mayat kita pada akhirnya menjadi tertawaan para penguasa.

Bagaimana mungkin kita bisa memberontak? Tangan kita dikekang begitu ganasnya, mulut kita dibungkam, mata kita ditutupi oleh berita-berita semu. Kemana kita akan mengadu? Bahkan mereka pun pernah merintih dihadapan kenyataan namun kenyataan hanya berkata untuk menunggu.

Muak? Tentu. Pada akhirnya pahlawan dan bajingan hanya menjadi sebuah kata yang bisa dipilih dan dipilah, yang memiliki lidah paling panjang untuk menjilat sepatu pemerintahan adalah pahlawan, yang berdiri pada kaki sendiri adalah seorang bajingan.

Kita dihadapkan pada kenyataan dimana Indonesia adalah neraka untuk masyarakat miskin. Ajuan dalam pengadilan bagi kami adalah laksana bumerang yang menjanjikan namun malah melukai diri sendiri.

Kita tentu ingin keadilan, namun sayang, keadilan laksana mimpi di siang bolong. Maka tak ayal banyak yang pendiam pada akhirnya terusik dan menyuarakan suara. Dan ketika suara mereka dibungkam, mereka mengambil jalur keras dan menerima mentah-mentah cap bajingan untuk diri mereka. Mereka tidak takut karena mereka juga mencintai Indonesia.

Oh tuhan, dalam luka yang menganga mereka bertahan, dihadapkan pada kenyataan media masa yang menakuti mereka. Pada gelap-gelap malam disaat luka-luka fisik bathin mereka kembali terbuka, mereka merintih, mereka berdoa, akankah perjuangan mereka berarti? Akankah pilihan yang mereka ambil ini memiliki akhir? Atau ujung-ujungnya mereka tetap ditakdirkan untuk mati? Tidak ada yang tahu, sebab waktu pun berkata untuk menunggu.

Saya sendiri tak tahu harus mendukung pihak yang mana, sebab mereka mempertarungkan kebenaran yang menjadi abu karena media massa, apalagi segala hal di zaman ini selalu didramatisir dan dilebih-lebihkan.

Para pendukung dari kedua belah pihak juga semakin memperumit hal yang semestinya mudah untuk dipahami, karena membawa data dan fakta dari berbagai sumber yang entah sumber itu hanya rekaan atau memang  begitu apa adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun