Menjadikan Warga Sipil Sebagai Perantara
Dua anggota Polisi dari Ambon-Maluku, tertangkap karena di duga telah menjual senjata api kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Peristiwa penangkapan itu bermula pada saat Polres Bintuni, Papua Barat, menangkap seorang warga yang kedapatan membawa senjata api. Setelah dilakukan penyelidikan secara mendalam, diketahuilah bahwa satu Revolver, satu senjata api laras panjang rakitan, dan 600 butir peluru dengan ujuran kaliber 3,8 itu, dibeli dari Ambon.
Kepada pihak Polres Bintuni, warga yang tertangkap itu, mengaku bahwa senjata-senjata yang ditangkap bersamanya tersebut, akan dijadikan sebagai alat perang anggota KKB di Papua. Adapun kedua polisi yang terciduk itu, salah satunya berasal dari Polresta Pulau Ambon, sedangkan yang lainnya berasal dari Pulau Lease.Â
Tertangkapnya seorang  warga bersama barang-barang bukti yang membahayakan negara itu, mengindikasikan bahwa selama ini KKB bekerja sama dengan masyarakat atau rakyat sipil setempat untuk mengadakan perlengkapan perang dari aparat yang memiliki senjata dan amunisi atau yang mereka-mereka yang mempunyai keahlian untuk merakit barang-barang tersebut. Oleh karena itu, pihak Polri harus pandai membaca pergerakkan anggota polisi dan warga yang ditenggarai menjalin kerja sama dengan KKB.
KKB Di Papua
Terkait dengan masalah KKB di Papua, selama ini, TNI-Polri sudah berjuang habis-habisan untuk menumpas Kelompok pengacau keamanan di daerah itu. Sudah banyak korban nyawa yang melayang karena ulah kelompok itu, baik dari pihak TNI-Polri sendiri maupun dari pihak masyarkat sipil. Pihak pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk menjalin komunikasi guna menggali dan menemukan akar persoalan yang sesungguhnya dan menyelesaikannya.Â
Selama tahun 2020 yang lalu, sudah terhitung 5 anggota TNI-Polri yang gugur, 12 orang warga sipil meninggal, 16 TNI-Polri yang terluka, dan 10 warga sipil mengalami hal yang sama. Belum terhitung TNI-Polri dan warga sipil yang meninggal atau terluka selama tahun 2021 dan tahun-tahun sebelumnya. Sangat naif, kalau masalah KKB di Papua dibiarkan berlarut-larut karena hanya akan mengorbankan TNI-Plri dan masyarakat sipil demi pentingan pihak-pihak tertentu saja.Â
Pihak Polri harus merespon dengan cepat dan memberikan tindakan tegas kepada kedua orang anggota polisi dan warga yang baru saja tertangkap itu. Perlu ada hukuman pidana dan pemecatan dari keanggotaan agar memberikan efek jera kepada anggota polisi lain dan masyarakat lain yang berpikir untuk melakukan hal yang sama. Bekerja sama dengan KKB berarti mengkhianati bangsa ini. Padahal, dari perut bumi pertiwi inilah datang kehidupan bagi semua orang yang hidup dan berkembang di atasnya.
Melihat keberadaan KKB di Papua yang terus menerus melakukan keonaran dengan menembak, menganiaya, serta merampas senjata dan barang-barang lain, dari waktu ke waktu hingga detik ini maka, tidak tertutup kemungkinan untuk menyimpulkan bahwa urusan jual-beli senjata di antara oknum TNI-Polri dan KKB di Papua, dengan menjadikan masyarakat sipil sebagai perantara, mungkin sudah berlangsung sejak lama. Jangan-jangan, TNI-Polri sendiri menjadi sindikat senjata api bagi kelompok itu selama ini.Â
Melakukan Penyelidikan Mendalam
Polri perlu untuk melakukan penyelidikan mendalam kepada semua pihak yang terkait dengan masalah ini, guna melakukan pengembangan lebih lanjut. Jangan-jangan, selain mereka masih ada anggota-anggota polisi dan masyarakat lain yang terlibat dalam hal ini, tetapi lolos dari pengamatan. Kecurigaan ini muncul dari pertanyaan, dari mana kekuatan militer berupa senjata api dan amunisi yang dimiliki oleh kelompok itu? Mungkinkah mereka merakit sendiri? Kalau merakit sendiripun, seberapa mampu mereka melakukannya? Pasti saja, ada anggota TNI-Polri yang bermain di dalamnya.