Mohon tunggu...
Maximillian KT
Maximillian KT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevansi Agama di Tengah Universalitas Moralitas Manusia

24 Juni 2022   17:39 Diperbarui: 24 Juni 2022   17:41 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pasal 1 ayat (3) Bab I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengatakan bahwa sejatinya Indonesia merupakan negara hukum. Dimana selanjutnya Pasal 28 Bab X Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga menjamin kebebasan berpikir para warga negaranya. 

Di era digital dimana perkembangan teknologi sudah sangat pesat ini, dimana penyebaran informasi telah tersebar secara cepat dan tak terkendali, moralitas merupakan benteng terakhir dalam menjaga keseimbangan dan harmoni antar umat manusia khususnya umat beragama. 

Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon atau political animals. Hal ini sejalan dengan kenyataan saat ini dimana kehidupan kita tidak dapat terlepas dari pengaruh politik. 

Sebagai seorang akademisi dan seorang polimatik yang masih aktif untuk terus belajar, disini saya secara singkat akan memberikan beberapa definisi tentang moralitas dari beberapa tokoh dan kutipan dari para pemikir sepanjang sejarah umat manusia:

"Never do to others what you would not like them to do to you" - Confucius

"To love for all living creatures is the most noble attribute of man" - Charles Darwin

"The greatness of a nation and it's moral progress can be judged by the way it's animal treated." - Mahatma Gandhi

Dari beberapa kutipan tersebut tentunya kita sudah dapat menangkap pesan yang dimaksud adalah cinta kasih terhadap semua makhluk dimana pertama disini yang perlu ditekankan adalah boleh atau tidaknya pembunuhan terhadap hewan. Pertama bila kita melihat dari pandangan non-violent yang terdapat pada konsep ahimsa pada agama-agama seperti Hindu, Buddha, dan Jainisme maka jelas membunuh hewan sekecil apapun seperti semut dan nyamuk misalnya adalah perbuatan yang dilarang keras. 

Akan tetapi disinilah saya akan mulai mengemukakan pandangan serta argumentasi saya dimulai dari cara penafsiran yang saya peroleh dari kegiatan saya menimba ilmu di fakultas hukum dan berbagai literasi serta kelas-kelas filsafat baik barat maupun timur yang saya pernah ikuti dan juga tentunya dengan filsafat agama-agama, khususnya agama Buddha yaitu Abhidhamma yang merupakan filsafat yang mempertajam intelektual manusia serta filsafat islam seperti sufisme dimana tentunya saya masih harus banyak belajar lagi. 

Dalam perkataan Sang Buddha mengutip dari salah satu dari pancasila Buddhis yaitu Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami yang artinya: Aku bertekad melatih diri dari pembunuhan makhluk hidup, disini berarti bilamana saya tafsirkan dan juga dikatakan oleh sang Buddha sendiri bahwa memakan daging sama halnya memakan bangkai yang digunakan untuk sekedar mencukupi kebutuhan hidup saja. Tidak ada pembunuhan disini karena orang yang memakan daging tersebut tidak ikut membunuh. 

Namun, lain halnya bila menurut penjelasan dari (sependek sepengetahuan saya) guru sekolah minggu saya yang mengatakan bahwa yang dilarang disini adalah pembunuhan hewan yang di khususkan untuk diberikan kepada kita untuk dikonsumsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun