Di sepanjang tahun 2016 ini sepertinya banyak kita temukan hujan turun. Biasanya pada bulan-bulan tertentu seperti Juli, Agustus dan September kita menghadapi masa kekeringan alias musim kemarau namun di tahun ini hujan masih sering terjadi di beberapa bulan itu.
Intensitas curah hujan yang cukup tinggi tak jarang menyebabkan terjadinya banjir di sebagian daerah. Sawah, tambak dan pemukiman penduduk menjadi luluh-lantak akibat banjir itu. Guyuran air hujan yang sangat deras kadang juga menyebabkan pohon tumbang dan tanah longsor. Bila itu terjadi di dekat pemukiman warga maka sangat mungkin menyebabkan timbulnya korban jiwa maupun kerusakan tempat tinggal.
Musim hujan berkepanjangan bagi sebagian orang mungkin menjadi ancaman tapi tidak bagi sebagian orang lainnya. Bagi Randi (15 tahun) yang sehari-harinya berjualan jas hujan, musim hujan yang terjadi saat ini justru merupakan anugerah, pasalnya di musim itu jas hujan dagangannya laku keras.
Saat ditemui di lapaknya yang berada di kawasan Jalan Marmoyo Surabaya, Randi terlihat begitu ramah menghadapi setiap pembeli yang mendatangi lapaknya. Sebenarnya ia hanya membantu saja saat bapaknya sedang repot berjualan. Siswa yang duduk di bangku kelas tiga sebuah SMP yang ada di kawasan Darmokali Surabaya itu sudah terbiasa memanfaatkan waktu sepulang sekolah dengan membantu orang tuanya berjualan jas hujan.
Tak hanya jas hujan, di lapaknya juga terpajang beraneka sarung tangan, penutup hidung atau masker dan perlengkapan lainnya. Harganya bervariasi, untuk sarung tangan dan masker dibandrol dengan harga rata-rata 10 hingga 15 ribu rupiah. Sedangkan jas hujan dijual dengan harga 60 hingga 80 ribu rupiah perbuahnya.
“Kalau hujan-hujan gini, jas hujannya lumayan laris om” cetus Randi, Sabtu malam itu (17/12/2016). Remaja asal Peterongan, Jombang-Jawa Timur itu hampir setiap hari sepulang sekolah pasti membantu menjaga lapak jas hujan milik orang tuanya. Randi tak sendirian ternyata, ia juga ditemani adik perempuannya saat berjualan jas hujan dan barang keperluan lainnya itu.
“Kami jaga lapaknya sampai jam sebelas malam setiap Sabtu-Minggu atau hari libur, kalau hari-hari biasa paling jam sepuluh kami sudah tutup” terang Randi sambil sesekali bercanda dengan adik perempuannya.
Berjualan mantel atau jas hujan saat musim hujan sedang berlangsung memang menguntungkan namun ada saja kendalanya. Menurut Randi, kalau hujan deras turun saat ia sedang menunggui lapaknya maka ia harus bersusah-payah memindahkan lapaknya sendirian ke gedung terdekat untuk bernaung. Kadang ia juga dibantu teman sesama penjual mantel hujan untuk segera memindahkan lapaknya agar tidak kehujanan.
Kalau dipikir-pikir pilihan hidup remaja seusia Randi memang unik sekaligus sangat disayangkan. Betapa tidak, hampir setiap malam ia harus menjaga lapak dagangan orang tuanya. Pikir saya, apa ada waktu untuk belajar atau bermain padahal menurut pengakuannya ia masih duduk di bangku SMP. Mau protes ke orang tuanya juga nggak ada hak, lha wong nyatanya Randi terlihat hepi-hepi saja.
Meski tak merinci berapa rupiah hasil berjualan jas hujan setiap harinya namun Randi merasa senang. Katanya, hasil penjualannya bisa untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, bayar sekolah dan kontrakan di kawasan Darmokali Surabaya, sisanya ditabung untuk biaya masuk SMA dan sekolah adiknya. Hebatnya lagi, malam itu ia bersama adik perempuannya tampak bersemangat menunggui lapak jas hujan milik orang tuanya.