Alvin Afriansyah, S.H., M.H., adalah sosok pengacara muda yang memadukan kecerdasan hukum, kepekaan sosial, dan keberanian moral dalam membela masyarakat. Lahir di Nabire pada 22 Juli 1995, ia menempuh pendidikan hukum sejak awal dengan kesungguhan. Gelar Sarjana Syariah ia raih dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), sementara gelar Magister Hukum Pidana diselesaikan di Universitas Diponegoro (Undip).
Inspirasi menjadi pengacara datang dari figur besar dunia hukum Indonesia, Adnan Buyung Nasution. Baginya, Buyung bukan hanya advokat ulung, tetapi pejuang hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial. Keberanian Buyung melawan ketidakadilan, bahkan ketika harus berhadapan dengan kekuasaan, menjadi teladan bagi Alvin untuk memandang profesi ini bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan pengabdian. "Jangan takut membela kebenaran, meskipun kamu berdiri sendiri," adalah pesan yang terus ia pegang teguh.
Perjalanan karier Alvin dimulai usai lulus kuliah, ketika ia memilih Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang sebagai tempat menempa diri. Di sana, ia mengasah keahlian hukum, terutama di bidang hak asasi manusia dan demokrasi, sekaligus melakukan advokasi bagi masyarakat tertindas. Sebagai Kepala Divisi Buruh dan Masyarakat Urban, Alvin mengorganisir buruh agar memahami hak normatif mereka yang kerap dilanggar perusahaan, serta mendampingi warga yang kehilangan mata pencaharian akibat penggusuran.
Pengalaman penuh risiko pernah ia alami saat menangani kasus pencemaran lingkungan oleh sebuah perusahaan. Setelah warga dan LBH Semarang mencapai kesepakatan untuk menghentikan produksi, perusahaan kembali melanggar dengan membuang limbah tanpa pengolahan. Alvin memimpin aksi demonstrasi malam hari hingga memblokade pintu gerbang pabrik. Tidak lama berselang, aparat datang dan menangkapnya bersama warga lain, bahkan melakukan kekerasan fisik. Alvin dibebaskan karena statusnya sebagai pengacara, namun warga tidak seberuntung itu. Dari pengalaman ini, ia semakin memahami bahwa membela kebenaran sering kali berarti berhadapan langsung dengan risiko ancaman, intimidasi, bahkan teror pribadi.
Selama berkarier, Alvin tercatat pernah bergabung di YLBHI-LBH Semarang (2018--2021), Sahabat Hukum (2021--2023), dan kini memimpin Alvin Afriansyah, S.H., M.H. & Partners (AAP Lawfirm). Ia juga tengah mengembangkan aplikasi dan website konsultasi hukum gratis bernama Qasus sebagai wujud pengabdian profesi dan upaya memperluas akses keadilan.
Filosofi yang ia pegang adalah bahwa pengacara harus profesional, berintegritas, dan inklusif. Ia menolak stigma pengacara yang galak dan sulit didekati. Bagi Alvin, pengacara harus menjadi jembatan antara hukum dan keadilan sosial, hadir bukan hanya untuk mereka yang mampu membayar jasa hukum, tetapi juga bagi masyarakat marjinal yang sering kali terpinggirkan oleh sistem. Ia menekankan pentingnya edukasi hukum agar masyarakat tidak memandang hukum sebagai sesuatu yang menakutkan, melainkan alat pemberdayaan.
Tantangan terbesar dalam perjalanan kariernya adalah menangani perkara yang lemah secara hukum tetapi kuat secara moral. Menghadapi perusahaan besar dengan sumber daya lengkap, Alvin mengandalkan keberanian, strategi investigatif, dan kolaborasi dengan serikat buruh. Ia juga terus menumbuhkan semangat kliennya yang haknya dilanggar, memahami bahwa perjuangan hukum memerlukan ketahanan mental yang tinggi.
Yang membedakan Alvin dari pengacara lain adalah pendekatan humanis dan transparansi. Ia membangun relasi yang kuat dengan klien, mengedepankan empati, dan berupaya agar masyarakat memahami hak-haknya. Dalam branding pribadinya, Alvin ingin dikenal sebagai pengacara yang berintegritas, berpihak pada keadilan, dan mudah dijangkau oleh masyarakat luas.
Untuk mendukung akses hukum yang lebih baik, Alvin memberikan penyuluhan hukum di desa, sekolah, dan komunitas urban, menjalankan layanan pro bono bagi kelompok rentan, dan memanfaatkan media digital untuk edukasi hukum. Upaya ini berpuncak pada rencana peluncuran Qasus pada 17 Agustus 2025, sebagai simbol kemerdekaan atas hukum dan keadilan.
Kepada generasi muda yang bercita-cita menjadi pengacara, Alvin berpesan agar tidak melihat profesi ini hanya sebagai jalan meraih gengsi atau kekuasaan. Profesi ini adalah panggilan untuk menjadi suara bagi yang dibungkam dan tameng bagi yang lemah. "Bangun keahlian, tapi juga bangun empati. Jadilah pengacara yang tajam di ruang sidang, tapi hangat di tengah masyarakat. Integritas adalah kompas utama. Dan jangan pernah takut berdiri sendiri, selama berdiri di atas kebenaran," pungkasnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI