Setiap tanggal 17 Agustus, kita pasti sudah familiar banget dengan yang namanya upacara bendera, lomba balap karung, tarik tambang, makan kerupuk, sampai konser kecil-kecilan di lapangan komplek. Seru, ramai, dan penuh semangat. Tapi kadang saya suka mikir, "Apa jangan-jangan kita terlalu sibuk merayakan, sampai lupa makna sebenarnya dari hari kemerdekaan ini?"
Proklamasi 17 Agustus 1945 itu bukan cuma selembar teks yang dibacakan oleh Bung Karno di Pegangsaan Timur, atau sekadar simbol merdeka dari penjajahan. Buat saya pribadi, proklamasi adalah titik balik. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia secara besar, tapi juga buat kita sebagai individu yang lahir di zaman yang udah gak kenal penjajahan langsung.
Bayangin aja, ratusan tahun bangsa ini dijajah---oleh Belanda, Jepang, dan entah berapa kekuatan asing lain yang pernah numpang hidup di tanah kita. Nenek moyang kita nggak cuma hidup dalam tekanan, tapi juga kehilangan hak-hak dasar sebagai manusia. Mau sekolah susah, mau berpendapat dilarang, mau punya tanah sendiri aja bisa dirampas. Dan tiba-tiba, pada 17 Agustus 1945, dua orang---Soekarno dan Hatta---berdiri dan menyatakan bahwa kita "sudah merdeka." Sesimpel itu? Nggak juga. Karena sesudah teks itu dibacakan, perjuangan belum berakhir.
Banyak yang mengira begitu proklamasi dibacakan, Indonesia langsung aman dan tentram. Padahal, setelah itu justru muncul perjuangan yang gak kalah berat: mempertahankan kemerdekaan. Penjajah belum rela pergi begitu saja. Rakyat masih harus angkat senjata, pemuda masih harus turun ke jalan, dan diplomasi masih harus jalan ke sana ke mari. Tapi yang penting, semangat merdeka sudah tumbuh. Dan itu nggak bisa dibunuh.
Nah, yang menarik buat saya sekarang adalah: kita udah gak hidup di zaman perang, gak perlu ngangkat bambu runcing, dan gak perlu sembunyi di hutan buat memperjuangkan negara. Tapi apakah itu artinya perjuangan kita selesai? Menurut saya, justru tantangan di zaman sekarang beda bentuk---dan gak kalah penting.
Proklamasi itu bukan cuma tentang merdeka dari penjajahan fisik. Tapi juga merdeka dari kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, dan semua hal yang bikin kita gak bisa hidup layak sebagai warga negara. Jadi kalau kita masih suka korupsi, masih ada anak yang gak bisa sekolah, masih banyak orang gak dapet pelayanan kesehatan yang layak, maka itu tandanya kemerdekaan kita belum benar-benar utuh.
Bicara soal pribadi, saya sendiri dulu menganggap 17 Agustus itu ya hari libur yang menyenangkan. Waktu kecil, saya paling semangat ikut lomba makan kerupuk dan panjat pinang. Tapi makin dewasa, saya mulai sadar bahwa perayaan itu harusnya juga dibarengi dengan refleksi. Kayak... udah ngapain aja sih selama ini buat negara ini? Atau minimal, buat lingkungan terdekat?
Misalnya, apakah saya udah jadi warga negara yang baik? Apakah saya peduli sama kebersihan? Apakah saya bayar pajak? Apakah saya menyebarkan hal positif di media sosial, bukan hoaks atau ujaran kebencian? Hal-hal kecil kayak gitu, menurut saya, juga bentuk dari meneruskan semangat proklamasi.
Kemerdekaan itu bukan hadiah, tapi hasil perjuangan. Dan kalau kita gak jaga baik-baik, bisa aja hilang pelan-pelan. Bukan karena dijajah negara lain, tapi karena kita sendiri yang cuek. Kita sibuk saling menyalahkan, sibuk nyinyir di internet, tapi lupa ngurus hal-hal kecil di sekitar kita. Padahal, bangsa ini besar bukan cuma karena pahlawan besar, tapi juga karena rakyat biasa yang terus berusaha.
Yang sering saya pikirkan juga: bagaimana caranya anak-anak muda sekarang bisa tetap merasa "terhubung" dengan momen bersejarah itu? Karena jujur aja, sejarah bisa terasa jauh dan membosankan kalau cuma dibaca dari buku teks. Tapi begitu kita pahami bahwa semua kenyamanan yang kita rasakan hari ini---bebas berpendapat, bebas sekolah, bebas mimpi---itu hasil dari keberanian orang-orang di masa lalu, maka semangatnya jadi lebih terasa.
Mungkin bentuk "proklamasi" kita hari ini bukan lewat pidato, tapi lewat karya. Lewat kontribusi nyata, sekecil apapun. Entah itu dengan menulis, membuat konten yang edukatif, membantu orang sekitar, atau bahkan sekadar menjadi orang yang jujur dan bertanggung jawab. Karena bangsa ini gak akan besar hanya karena seragam sekolah rapi atau nilai rapor tinggi. Tapi karena kita mau terus belajar dan bergerak.