Di Desa tetangga, dimana sang gadis pujaan hati pemuda tinggal, juga mengalami hal sama. Kondisi alam yang tidak bersahabat, meresahkan hati sigadis dan semua anggota keluarga yang sedang menunggu datangnya lamaran.
Kekwatiran itu semakin menjadi-jadi karena dari pagi hingga siang, hujan pun belum berhenti, bahkan hujan turun semakin lebat. Keputusasan mulai terlintas diwajah kedua keluarga. Dalam benak, apabila kondisi ini terus saja terjadi sampai malam, lamaran itu pasti akan dibatal.
Benar dugaan keluarga, disore harinya, hujanpun mulai berhenti. Si pemuda dan beberapa utusan keluarga untuk menemani pemuda pun berangkat menuju ke desa tetangga untuk melamar sang gadis.
Rombongan itu berangkat dalam kondisi yang serba risau. Sama halpun yang dialami oleh sang gadis dan keluarganya. Mereka sama kwatir jangan-jangan lamaran tersebut benar-benar batal.
Siapa sangka, kekwatir itu benar-benar terjadi. Kali besar yang membatasi antara desa pemuda dan gadis itu meluap. Airnya sangat deras dan keruh yang tentunya tidak dilewati oleh siapun. Apabila menyebrang, maka nyawa menjadi jaminannya.
Pulanglah rombongan keluarga itu kerumah pemuda dengan suasana terharu dan sedih. Mereka kecewa dengan keadaan dua desa itu, yang notabene tidak jembatan pengubung menjadi jalur transportasi alternatif, apabila datangnya musim hujan.
Karena disebabkan oleh tidak adanya jembatan penghubung untuk memperlancar transportasi antar desa, mimpi untuk memiliki gadis idaman bagi pemuda itupun terhalang.Â