Mohon tunggu...
Gilang Mahadika
Gilang Mahadika Mohon Tunggu... Penulis - Social researcher

Graduate Fellow ARI-NUS (Asia Research Institute, National University of Singapore), AGSF (Asian Graduate Students Forum) 2021| Anthropology | Interested in Southeast Asian Studies

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Indonesia Terserah" Apapun Itu Keputusannya pada Akhirnya Salah

20 Mei 2020   16:50 Diperbarui: 20 Mei 2020   17:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi skizofrenia | https://viralnova.com/schizophrenic-art/

Sudah banyak kabar dan berita yang muncul sporadis dari beragam platform media digital mengenai relaksasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). 

Bahkan reaksi juga muncul tidak hanya dari para pejabat pemerintah, melainkan mereka yang bergerak dalam ranah medis, perawat, dokter, dan lain sebagainya meluapkan keresahannya yang terjadi dengan masyarakat Indonesia saat ini. 

Kejadian ini seolah menimpa kepada kita semua dalam menghadapi pandemi korona dan mencari solusi yang sekiranya tepat untuk dilakukan, meskipun sangatlah sulit.

Penerapan social distancing rupanya tidak cukup efektif membuat masyarakat sadar akan pentingnya sosial berjarak ini untuk memberikan ruang bernafas bagi para medis dalam menangani pasien positif korona. 

Ditambah, pemerintah yang saat ini gencar menerapkan PSBB yang hingga saat ini menjadi problematik besar karena adanya relaksasi yang diupayakan pemerintah. 

Tidak hanya itu saja, relaksasi tersebut juga membuat masyarakat pun dapat mengakses kembali pasar dalam ruang publik dengan bebas seperti pada kasus Mall yang dibuka di beberapa tempat, pasar terbuka, dan lain sebagainya. Seolah protokol dari pemerintah sendiri yang membuat mereka yang bekerja dalam sektor medis menjadi semakin terbebani.

Keresahan yang muncul dari berbagai lapisan masyarakat bahkan juga pemerintah perlu sekiranya untuk kita kembali menjernihkan permasalahan apa yang sebenarnya sedang kita hadapi terutama menghadapi pandemi korona ini. 

Menakar permasalahan ini dibantu oleh salah satu gagasan Gregory Bateson (1956) mengenai double bind (ikatan ganda/rangkap). Konsep ikatan ganda ini digunakan oleh Bateson dalam menganalisis psikologis anak (orang) yang mengalami skizofrenia, salah satu penyakit mental yang paling rumit dan membingungkan, dan double bind ini menyinggung bahwa apapun yang dilakukan oleh pasien skizofrenik, dia akan selalu berada dalam posisi yang salah (Bateson, dkk, 1956: 251). 

Tidak hanya mereka yang terindikasi skizofrenik saja dapat terkena ikatan ganda, namun setiap orang dapat terkena ikatan ganda yang kemungkinan dapat menimbulkan gejala skizofrenik pada kita.

Salah satu aturan yang paling utama orang terkena ikatan ganda atau double bind adalah apabila seseorang tersebut ditunjuk sebagai "korban" dalam sebuah  keluarga (Bateson, dkk: 253). 

Misalkan anak yang disuruh ibunya untuk lebih spontan dalam menghadapi sesuatu, maka anak tersebut secara tidak langsung dihadapkan pada keadaan ikatan ganda, yaitu dia harus menjadi spontan dalam menghadapi sesuatu. Namun, di sisi yang lain anak sebenarnya tidak bebas karena harus patuh terhadap orang tua atau ibunya yang menyuruh dirinya spontan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun