Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tembok Anti Peluru!

18 Oktober 2018   09:39 Diperbarui: 18 Oktober 2018   10:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Heboh berita memang sudah jadi konsumsi publik. Memperkuat pertahanan diri merupakan salah satu usaha untuk sabar dan tahan uji. Kalau dalam praktek permainan bola bahkan ada yang disebut "parkir bus". Pola bertahan yang dimodifikasi ala David ketika harus menghadapi Goliath, sering berhasil dipraktekkan oleh beberapa klub kecil, lemah ketika berjumpa dengan klub klub besar dan kuat. Orang orang pun akan simpati dan memberikan apresiasi ketika "David" walaupun lebih banyak bertahan pada saat bermain, dan hanya sesekali membuat serangan balik, namun berhasil memenangkan pertandingan.

Namun kekecewaan, kejengkelan bahkan mungkin kemarahan sebaliknya muncul jika melihat "Goliath" beraksi seperti "David". Ketika klub klub besar bahkan lebih suka bertahan dari pada menyerang. Demikian juga kalau melihat orang orang besar apalagi dipilih rakyat kemudian lebih suka bertahan dan mempertahankan posisinya dari pada melakukan manuver manuver bernas untuk konstituennya. Tentu bukan simpati yang muncul bisa jadi bahkan anti pati semakin menjadi.

Kalau melihat pola baliho dengan foto yang menjadi bagian paling besar supaya dikenal orang, itu mengingatkan pada gaya "parkir bus" pada saat menjabat, kemudian baru melakukan manuver serangan balik dengan "Baliho" dan sesekali tendangan ke pojok rumah atau saku. Pola pola seperti ini dapat menjadi indikator kalau kurang pede dalam bermain dan kurang mengerti tugas yang diemban. Pendekatan pragmatisme menjadi taruhan berpolitik, bukan pembuktian kinerja selama menjabat.

Namun jika "Goliath" terbiasa berlaku seperti "David", maka sering terkejut lakai melihat kondisi mengancam. Kompetensi hilang karena ancaman, mawas diri dibuang pada saat harus menangani kejadian. Tidak heran kalau ada peluru nyasar di tembok, maka ada teriakan keras kaca anti peluru. Bukan Tembok Anti Peluru.

Padahal tembok sebagai pertahanan terbaik bahkan sering dilupakan. Elaborasi tugas dan fungsi bukan menjadi fokus unjuk kompetensi diri. Menangkap aspirasi sebagai sarana sillaturrahmi dalam memperkuat momentum the Power of Ukhuwah. Momen momen penting sillaturrahmi tersebut bukan saja dapat mrnjadi sarana memperjuangkan kepentingan konstituen, tetapi sekaligus dapat berfungsi untuk  memperkuat daya tangkal terhadap ancaman. 

Namun apa daya kalau tembok saja sudah dianggap kaca. Begitu ada peluru nyasar ke tembok, serentak naluri "David" ke luar. Teriakannya kaca anti peluru. Barangkali sudah sering membawa tembok ke mana mana, jadi lupa kalau sebagai "Goliath" mau bilang Tembok Anti Peluru. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun