Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hey Mark, Ini Tahun ke Tujuh Kami..

3 Juni 2019   05:11 Diperbarui: 3 Juni 2019   09:39 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terowongan pohon | Foto www.liputan6.com

Dua Juni, 6 tahun lalu, aku bersanding dengan seorang wanita yang kini menyandang gelar sebagai istriku. Enam tahun lamanya kami mengarungi bahtera rumah tangga yang kini sudah dihadirkan di dalamnya seorang putra dan seorang putri. 

Sepuluh bulan selepas pernikahan kami, lahirlah seorang anak laki-laki yang kami sematkan nama "penyayang" padanya. Dan aku rasa Tuhan mengabulkan doa kami lewat nama itu. Di usianya yang ke-5 tahun, dia kerap menunjukkan rasa sayangnya kepada sang adik yang belum genap 5 bulan, meski terkesan kebablasan karena gemasnya.

Dulu.. aku tak mengira jodohku justru berada di dekat tempatku mencari penghidupan. Keinginanku untuk mendapatkan teman hidup dari daerah asal tak di-acc oleh-Nya. Setelah kupikir-pikir, keinginanku itu memang agak mengada-ada. Di zaman sekarang, bisa-bisanya seorang anak lelaki mengandalkan orang lain (baca : ibu dan saudara lelakinya di kampung) untuk menjadi perantara mendapatkan istri. Hidup di Jakarta kok nyari istrinya di Solo. Kenapa juga nggak nyari sendiri di sini, ya? 

Awal perkenalan kami terjadi melalui perantaraan Mark Zuckerberg. Namun bukan sosoknya yang nyata, hanya melalui media yang diciptakannya, Facebook. Dimediasi oleh seorang teman, akhirnya aku bisa juga menyambangi rumah orang tuanya belasan kilo dari tempat indekosku.

Aku masih ingat perkataannya saat melihat kedatanganku kala itu."Datang juga dia",katanya sembari mengumbar senyum . Aku memaklumi perkataannya itu, karena sebelumnya kami hanya bertukar kabar melalui telepon dan saling kirim pesan via Facebook.

Enam bulan berlalu, akhirnya orangtuaku datang untuk melamarnya. Dan beberapa bulan kemudian, tibalah 2 Juni itu.

Selepas menikah, kami mengontrak rumah selama setahun di Jakarta. Atas saran ibuku, dan alhamdulillah ada cukup tabungan, kami membeli sebuah rumah sederhana di perbatasan Bekasi dan Jakarta. 

Dulu.. saat masih single, tak disangkal lagi, aku adalah seorang lelaki yang tak ahli dalam hal mengenal wanita. Dan bukan tak mungkin, sampai sekarang pun, pengetahuanku mengenai mereka masih sebatas beberapa jengkal persegi saja dari sekian puluh meter persegi luasnya. 

Yang kutahu hanyalah.. bahwa mengasuh anak itu bikin pinggangku capek. Aku dapat membayangkan bagaimana lelahnya seorang istri yang selama 24 jam --meski bukan berarti nonstop -- harus melayani suami dan anak-anaknya yang masih balita. Meski begitu, aku kadang lupa juga saat melihat cucian yang menumpuk, kulkas yang berisi makanan kemarin atau hal-hal lain yang kusimpulkan bahwa semua itu karena istriku kurang rajin merawat rumah. Dan aku baru tersadar saat anak pertamaku membuatku keringetan saat main bareng di akhir pekan. Ternyata berat menjadi seorang ibu rumah tangga.

Masalah mendidik anak, pengetahuanku pun masih secenti dua centi. Aku yang terbiasa berbicara dengan lawan biacara yang orang dewasa, tentu kalah mahir jika dibandingkan dengan istri yang memang terbiasa menghadapi anak-anak. Karena sebelum menikah, dia adalah seorang guru PAUD yang untuk berbicara dengan anak-anak saja harus pilih-pilih kata. 

Makanya dia kadang menegurku saat aku bilang pada anakku dengan kalimat,"Jangan nakal!". Kata "nakal" baginya adalah kata tabu sebab bernuansa negatip sehingga harus diganti dengan kata lain yang bernilai positip, misalkan "Jadi anak baik ya, sayang sama temen dan bantuin mereka ya..". Sungguh sebuah hal yang sampai kini aku masih kerap lupa mengaplikasikannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun