Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Partai NU, Partai Muhammadiyah, dan "Gething Nyandhing" dalam Politik

27 April 2019   06:13 Diperbarui: 27 April 2019   11:33 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais & Zulkifli Hasan (Dok. pinterpolitik.com)

Orang Jawa punya sebuah ungkapan yang berbunyi "gething nyandhing". Ungkapan itu dipergunakan untuk melukiskan sebuah kondisi dimana seseorang yang akhirnya harus bersanding dengan orang lain yang semula tak disukainya. Kata "gething" mewakili sikap tak suka, sedangkan "nyandhing" berarti bersanding.

Dalam konteks keseharian, situasi seperti itu muncul bisa jadi disebabkan oleh kondisi akhir yang tak memungkinkan jika kita berjalan sesuai dengan rencana. Sehingga keputusan yang diambil berubah bahkan sampai 180 derajat. Yang akhirnya ungkapan "gething nyandhing" itu akan bersinergi dengan ungkapan lain, "manusia berencana, Tuhan menentukan".

Hal serupa terjadi pada masalah politik. Bahkan justru di sinilah ungkapan Jawa tadi amat berlaku. Asal sama dalam kepentingan, mari jalan bersama. Sebab dalam politik, kepentinganlah yang berbicara. Identitas tak selalu diberi panggung utama meskipun di dalamnya kerap memainkan politik identitas. 

Karena itulah, dalam sejarah politik Indonesia tercatat sebuah kebersamaan antara 3 partai berideologi beda dalam koalisi. PNI yang mengangkat jargon nasionalisme, Partai NU yang mewakili kalangan Islamis dan PKI yang membawa ideologi komunis. 

Jika dipikir secara linear, maka partainya nahdliyyin itu tak mungkin berselaras dengan komunisme. Dan memang begitu adanya, para tokoh NU yang memandang komunisme bukan sekedar permasalahan politik tapi lebih kepada ancaman terhadap Islam --seperti K.H. Bisri Syansuri, K.H. Yusuf Hasyim dan Subhan Z.E.-- mengkritik keputusan partai yang memberikan dukungannya terhadap Presiden Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin-nya.

Namun berbeda dengan Kiai Idham Chalid yang meminpin PBNU kala itu. Menurutnya, jika NU terlalu konfrontatip terhadap Soekarno, nasibnya tak akan jauh beda dengan Masyumi, disudutkan dan akhirnya dieliminasi. Sehingga akibatnya kepentingan umat Islam tak akan terwakili oleh partai politik yang representatip. Dan akhirnya, PNU duduk di samping Soekarno sebagai pembisik di telinga kanannya sementara PKI di sisi kirinya.

"Komunisme, seperti halnya anjing adalah najis. Tapi Soekarno tidaklah najis karena dia bukan komunisme. Paling banter Soekarnoisme itu adalah seperti anjing laut. Anda tahu anjing laut dalam Islam tidaklah najis",itu yang dikatakan Kiai Idham dikutip oleh H. Maulwi Saelan dalam Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa : Dari revolusi 45 sampai Kudeta 66.

Manuver-manuver serupa pasti bukan barang langka di ranah politik. Seperti halnya yang disinyalir tengah dijalankana oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada masa kampanye lalu berada di kubu Prabowo. 

Kamis lalu (25/4), Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan memuji sikap Jokowi yang tidak merespon secara berlebihan hasil quick count yang memenangkan dirinya. Dan dia pun menyarankan kubu 02 untuk meniru kubu 01 dalam menyikapi perhitungan suara Pilpres 2019 yakni dengan membuka war room dan data center. Demikian diberikan CNN.

Pernyataan Bara itu bisa dimaknai sebagai kritik atas klaim-klaim sepihak kubu Prabowo tanpa disertai data valid dan kredibel. Hal itu tak mengherankan karena sebelumnya telah muncul spekulasi bahwa Bara lebih condong ke Jokowi daripada Prabowo.

Kader PAN lain bahkan secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Adalah Bima Arya, Walikota Bogor terpilih yang juga menjabat sebagai Waketum PAN. Dia pun siap menerima konsekuensi terburuk yakni dipecat dari struktur keanggotaannya di partai yang kini menempatkan Amien Rais sebagai Ketua Dewan Kehormatan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun