Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

NU Itu Mesti Gayeng, Kalau Nggak Gayeng Berarti UN

24 April 2019   19:38 Diperbarui: 5 Mei 2019   17:28 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Kiai Berkumpul di Kediaman Gus Ipul | Dok. JPNN

Pada Jumat lalu (19/4), para kiai dan beberapa pengasuh pondok pesantren NU di Jawa Timur berkumpul di kediaman Ketua PBNU yang juga mantan wakil gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di Surabaya. Dikatakan Gus Ipul, pertemuan itu diadakan untuk menyikapi situasi paska pilpres. Masyarakat saat ini sudah tak ada lagi energi untuk berselisih, yang ada adalah semangat bersatu untuk membangun Indonesia, begitu imbuhnya.

Terpolarisasinya masyarakat menjadi 2 kubu terjadi tanpa kecuali, termasuk pada level kiai yang jadi panutan sekian banyak santri dan pengikut. Sehingga diharapkan pertemuan para kiai yang melabuhkan pilihannya pada kubu yang berbeda itu akan mencairkan suasana dan dapat menjalar ke akar rumput.

Meski tak dihadiri ketua umumnya, K.H. Said Aqil Siroj, pertemuan ini dipandang cukup penting karena di dalamnya hadir Rais Aam PBNU, K.H. Miftahul Akhyar serta kiai-kiai sepuh seperti K.H. Nawawi Abdul Jalil (Sidogiri), K.H. Anwar Mansur dan K.H. Abdullah Kafabihi (Lirboyo) serta K.H. Zaiduddin Jazuli dan K.H. Nuruh Huda Jazuli (Ploso).

Pada masa kampanye lalu, terutama di media sosial, banyak orang yang seolah membenturkan para ulama, habaib ataupun kiai yang berbeda pilihan. Tak terkecuali ulama NU. 

Sebagian mengklaim NU garis lurus itu ya yang memilih Prabowo. Jawabanpun muncul dari mereka yang mendukung Jokowi. "Ikut NU kok mau bersanding dengan HTI yang jelas-jelas merongrong NKRI", begitu kira-kira.

Mereka yang menyajikan perbedaan ijtihad politik para kiai dan membela mati-matian satu pihak diikuti dengan mendiskreditkan pihak lain sepertinya kurang paham dengan tradisi berbeda pendapat di kalangan NU yang sudah sejak dulu terjadi.

Dok. deskgram
Dok. deskgram
Contohnya seperti saat dua tokoh pendiri NU yakni K.H. Wahab Chasbullah yang berbeda pendapat dengan K.H Bisri Syansuri yang juga adik iparnya itu. Dalam sebuah forum bahtsul masail --musyawarah untuk menentukan hukum atas masalah kekinian--  yang membahas tentang hukum drum band, Kiai Bisri yang ahli fiqih sampai menggebrak meja saat beradu argumen dengan Kiai Wahab. Tak mau kalah, kakak ipar Kiai Bisri yang ahli ushul itu pun menggebrak meja, bahkan dengan kakinya. Kondisi itu cukup membuat khawatir para hadirin. 

Namun suasana menjadi cair saat istirahat dan diisi dengan jamuan makan. Kiai Wahab dan Kiai Bisri justru saling mendahului untuk melayani satu sama lain. 

Ada cerita lain tentang bagaimana cara sesepuh NU untuk menyelesaikan sebuah perselisihan di antara mereka.

Saat terjadi peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru, perbedaan pendapat hebat pernah terjadi antara K.H. Idham Chalid yang menjadi Ketua Umum PBNU dengan salah 1 ketua PBNU, Subhan ZE yang terkenal konfrontatip terhadap kebijakan Orde Lama maupun Orde Baru.

Subhan Zaenul Echsan, salah satu tokoh Partai NU yang membuat partainya orang NU itu menduduki peringkat 2 pada Pemilu 1971. Terkenal kritis dan vokal terhadap pemerintah Orla dan Orba. Dia meninggal di Riyadh pada 1973 saat menjalankan ibadah haji. Hingga kini penyebab pasti kematiannya tak diketahui. Beberapa waktu sebelumnya, dia melayani wawancara dengan koresponden AFP, Brian May, tentang bisnis yang dijalankan Soeharto di Singapura dan AS. I Dok. PWNU Jatim
Subhan Zaenul Echsan, salah satu tokoh Partai NU yang membuat partainya orang NU itu menduduki peringkat 2 pada Pemilu 1971. Terkenal kritis dan vokal terhadap pemerintah Orla dan Orba. Dia meninggal di Riyadh pada 1973 saat menjalankan ibadah haji. Hingga kini penyebab pasti kematiannya tak diketahui. Beberapa waktu sebelumnya, dia melayani wawancara dengan koresponden AFP, Brian May, tentang bisnis yang dijalankan Soeharto di Singapura dan AS. I Dok. PWNU Jatim
Friksi antar 2 tokoh itu cukup membuat K.H Ali Ma'sum Lasem prihatin. Sampai suatu saat beliau memanggil Kiai Bisri Mustofa (ayah Gus Mus) untuk memintanya menyelesaikan permasalahan itu. Sempat menolak, akhirnya Kiai Bisri menerima juga dhawuh kiai sepuh tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun