PendahuluanÂ
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang diantara para ahli mengenai tiga masalah pokok: tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Sejumlah sarjana, kebanyakan asal Belanda, memegang teori asal muasal Islam di Nusantara adalah anak benua India, bukannya Persia ataupun Arabia. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pinapple, ahli dari Universitas Leiden. Dia mengaitkan asal muasal Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia, adalah orang-orang Arab bermazhab Syafii yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. Sedangkan menurut Fatimi bahwa asal Islam yang datang ke Nusantara adalah wilayah Bengal. Dalam kaitannya dengan teori "Batu Nisan", Fatimi mengeritik para ahli yang mengabaikan nisan siti Fatimah (bertanggal 475/1082).
Tafsir al-quran di Indonesia merupakan upaya yang dilakukan untuk menjelaskan kandugan kitab suci al-quran kepad bangsa Indonesia kepada bangsa Indonesia melalui Bahasa yang di gunakan oleh bangsa tersebut, baik dalam bahasa nasional (bahasa Indonesia) maupun dalam bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Jawa dan Sunda yang disampaikan secara lisan maupun tertulis, seperti termaktub dalam kitab-kitab tafsir, Adapun perkembangan penafsiran Al-Quran di Indonesia jelas berbeda dengan yang terjadi di dunia Arab (Timur Tengah), tempat turunnya Al-Quran sekaligus tempat kelahiran tafsir Al-Quran. Perbedaan tersebut terutama di sebabkan berbedanya latar belakang budaya dan bahasa. Oleh karena itu, proses penafsiran Al-Quran untuk bangsa Indonesia harus melalui penerjemahan kedalam bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian baru di berikan penafsiran yang luas dan rinci. Sehingga tafsir Al-Quran di Indonesia melalui proses yang lebih lama jika di bandingkan dengan yang berlaku di tempat asalnya (Timur Tengah).
Isi
KH. Bisri Mustofa Beliau lahir pada tahun 1915 M atau bertepatan dengan 1334 H di Kampung Sawahan, Rembang, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra pertama dari empat bersaudara, dari pasangan H. Zainal Musthofa dan Chodijah. Ketiga saudara KH. Bisri Mustofa diantaranya, Salamah (Aminah), Misbach, dan Ma'shum. Pada awalnya KH. Bisri Mustofa diberi nama oleh kedua orang tuanya yaitu dengan nama Mashadi. Tapi setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923, ia mengganti nama dengan Bisri dan dikenal dengan nama Bisri Mustofa.
Setahun setelah menikah, KH. Bisri Mustofa berangkat lagi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang. Namun, seusai haji,KH. Bisri Mustofa tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim di Mekkah dengan tujuan menuntut ilmu di sana. Di Mekkah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri Mustofa bersifat non-formal. Beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-gurunya terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekkah. Secara keseluruhan, guru-gurunya di Mekkah adalah: (1) Shaykh Baqir, asal Yogyakarta. Kepadanya, Bisri belajar kitab Lubb al-Usul, Umdt al-Abrr, Tafsr al-Kashshf; (2) Syeikh Umar Hamdan alMaghrib. Kepadanya, Bisri belajar kitab hadis Sahh Bukhr dan Sahh Muslim; (3) Syeikh Al Malk. Kepadanya, Bisri belajar kitab al-Ashbah wa al-Nadir dan al-Aqwl al-Sunan al-Sittah; (4) Sayyid Amin. Kepadanya, Bisri belajar kitab Ibn Aql; (5) Shaykh Hassan Massat. Kepadanya, Bisri belajar kitab Minhaj Dzaw al-Nadar; (6) K.H. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau, Bisri belajar kitab Jam' al-Jawmi.
Pada hari Rabu, 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397 H) waktu asar, KH. Bisri Mustofa dipanggil ke haribaan Allah SWT. Beliau wafat di Rumah sakit Dr. Karyadi Semarang karena serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan pada paru-paru.
 Latar belakang penulisan kitab, Di dalam Muqaddimah tafsir Al-Ibriz, Bisri Mustofa menulis bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat, petunjuk, dan penerang bagi umat manusia. Al-Qur'an sudah banyak diterjemah oleh para ahli tafsir dalam berbagai bahasa, Belanda, Inggris, Jerman, Indonesia, dan lain-lain. Bahkan ada yang menggunakan bahasa daerah, Jawa, Sunda, dan lain-lain. karya tafsir ini ditampilkan dengan ungkapan yang ringan dan gampang, sehingga umat Islam dari semua bangsa banyak yang bisa memahami makna dan artinnya. Alasan atau motivasi yang lain dari Kyai Bisri dalam pengarangan kitab tafsir ini adalah upaya khidmah Kyai Bisri terhadap kitab suci al-Qur'an. Kondisi sosial keagamaan pada saat itu menunjukkan bahwa umat muslim khususnya di Jawa masih kesulitan dalam memahami arti ayat-ayat al-Qur'an. Maka, dia menuliskan terjemah sekaligus tafsir al-Qur'an dengan menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang dia gunakan pun bahasa Jawa khas pesantren, yaitu Jawa pegon.
Metode Penafsiran : Tahlili, yaitu metode yang berusaha untuk menjelaskan Al-qur'an dari berbagai seginya. Sistematika Penafsiran: Sistematika Mushafi, yaitu berpedoman pada susunan ayat dan surat dalam mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas. Bentuk atau model penulisan tafsir: Al-Qur'an ditulis dengan makna gandul, Tarjamah tafsir ditulis dipinggir dengan tanda nomer, nomer ayat terletak di akhir, sedangkan nomer terjemah terletak di awalnya. Keterangan-keterangan lain ditandai dengan kata Tanbih, Faidah dan Muhimmah, dan Qisshah.
Contoh penafsiran Ketika menafsirkan QS. alBaqarah ayat 115, yaitu ketika arah qiblat dirubah atau Nabi sedang dalam perjalanan, Nabi shalat di atas unta tidak menghadap ke arah qiblat, lalu orang-orang Yahudi pada mencela, sehingga turun ayat yang berbunyi:
KH. Bisri Mustofa menafsirkan ayat tersebut, bahwa seluruh yang ada di Barat dan di Timur itu adalah milik Allah. Kemanapun arah shalat Nabi Muhammad asalkan mengikuti petunjuk Allah itu tidak akan salah. Sesungguhnya Allah Maha Luas Rahmat-Nya lagi Maha mengetahui. Komentar ulama: