Mohon tunggu...
Mugito Guido
Mugito Guido Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Senang menulis tapi tidak pinter menulis. Aku hanya asal menulis, menulis asal!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Padamu Negeri

5 Agustus 2011   13:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:04 6584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Padamu negeri kami berjanji

Padamu negeri kami berbakti

Padamu negeri kami mengabdi

Bagimu negeri jiwa raga kami

Mungkin ada di antara kita yang bertanya : “Itu puisi karangan siapa ya?” Bila anda bertanya seperti itu ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama: anda memang bener anak-anak, dan kemungkinan yang kedua: anda kekanak-kanakan. Bila anda anak-anak, artinya anda lahir sesudah tahun 97 an, jadi memang bisa dimaklumi bila anda tidak mengenal lagu itu. Bila anda sudah punya anak dan cucu tetapi bertanya ‘itu puisi karangan siapa?’, itu yang namanya kekanak-kanakan alias sudah kebangeten.

Itu sih bukan puisi, itu lagu. Padamu Negeri adalah salah satu lagu wajib nasional yang dulu diajarkan di sekolah-sekolah. Lagu wajib nasional itu sendiri ada beberapa, ada yang berisi ucapan rasa syukur, ungkapan duka kepada para pahlawan yang gugur membela negara, semangat persatuan, maupun semangat juang. Ambil contoh beberapa di antaranya: Syukur, Gugur Bunga, Garuda Pancasila, Dari Sabang Sampai Merauke,Berkibarlah Benderaku, Hallo-Hallo Bandung, Maju Tak Gentar.

Lagu wajib Padamu Negeri ini digubah oleh almarhum Kusbini. Lagu ini sederhana saja baik dari segi lirik maupaun syairnya sehingga mudah dihafal dan dinyanyikan. Dahulu ketika anak masuk sekolah TK atau kelas satu SD, mereka langsung bisa hafal lagu ini. Mungkin tujuan lagu ini digubah sederhana agar makna lagu ini bisa dihayati dan dijiwai oleh setiap orang Indonesia, mulai dari anak masuk sekolah TK sampai kakek- nenek yang mau masuk liang kubur.

Meskipun lirik dan syairnya seherdana, tetapi tidak demikian dengan makna yang terkandung di dalamnya. Mari kita kupas isi dari setiap barisnya:

Padamu negeri kami berjanji

Yang dimaksud janji di sini adalah janji yang harus dipenuhi dan hanya ditujukan kepada negeri atau negara, tidak ditujukan kepada yang lain. Janji itu bukan janji seperti yangterjadi pada saat ini. Kalau jaman sekarang menteri atau pejabat dijanji/disumpah sebelum memangku jabatan, artinya berjanji/bersumpah akan patuh kepada atasannya. Patuh dalam hal ini tentu dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk misalnya, patuh dalam hal bagi-bagi rejeki. Jadi, janji kepada negeri sangat berbeda maknanya dengan janji kepada atasan.

Padamu negeri kami berbakti

Artinya setiap warga negara wajib berbakti kepada negeri /negara. Setiap orang wajib berbuat sesuatu yang berguna atau dapat membawa perbaikan bagi negeri ini, sesuai dengan kemampuannya. Pemerintah dan rakyat bahu-membahu membagun negeri.

Bukan malahan seperti yang sekarang terjadi, pemerintah sibuk mencari cara melanggengkan kekuasaan, wakil rakyat ribut melulu mengurusi partai, pejabat rebutan posisi di sana sini.

Padamu negeri kami mengabdi

Setiap warga negara wajib mengabdi kepada negeri. Jaman perjuangan dulu, rakyat dan pemimpinnya berjuang untuk negeri ini tak kenal bayaran, semata-mata hanya pengabdian, dan ini sungguh sungguh terjadi. Tujuannya bagaimana membuat negara ini bisa merdeka, kemudian maju dan berkembang. Kalau jaman sekarangmana ada yang namanya pengabdian. Sudah dapat bayaran saja masih terus menggerogoti negeri ini, ada yang tega menjual pulau, ada yang pakai cara kolusi dan korupsi. Bahkan yang namanya korupsi sudah tak lagi pakai sistem kolot model kuno yang sembunyi-sembunyi, sekarang sudah mengadopsi sistem marketing modern. Kalau dalam ilmu marketing ada istilah MLM (multi level marketing), dalam korupsi juga ada namanya MLK (multi level korupsi).

Bagimu negeri jiwa raga kami

Demi negeri ini, setiap warga negara diwajibkan rela berkorban apa saja, kalau perlu sampai mengorbankan jiwa dan raga untuk negeri ini. Seperti apa yang dilakukan oleh rakyat pejuang dan pemimpin pada jaman perjuangan dahulu, mereka berguguran tanpa berharap akan menikmati hasil dari negeri yang diperjuangkannya.

Kalau keadaan sekarang, penggambaran yang cocok adalah “darimu negeri untuk jiwa raga kami”. Artinya, apa pun yang bisa kita manfaatkan dari negeri ini ya dirampok demi jiwa raga ini. Sayangnya, hanya mereka yang mengatur negara yang bisa dan yang kebagian

Nah, sangat mengagumkan kan maknanya?

Sampai tahun sembilan puluh sekian, lagu Padamu Negeri ini digunakan untuk menutup siaran berita yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) pusat dan pancarluaskan oleh radio-radio swasta nasional ke seluruh antero nusantara. Kala itu memang hampir setiap jam ada siaran berita yang disiarkan secara nasional. Tak mengherankan bila lagu wajib ini begitu lekat dengan telinga seluruh rakyat, mulai dari yang ada di perkotaan sampai dengan yang tinggal di pelosok pedesaan .

Semula saya bertanya-tanya mengapa kok lagu Padamu Negeri ini sekarang tak pernah terdengar lagi. Ya namanya juga seorang rakyat kecil yang tak pinter, saya merasa pikiran ini tak sampai untuk menjangkau ke sana. Akhirnya saya berusaha merenungi, dan saya pun akhirnya menyetujui kalau lagu ini tak layak untuk diajarkan lagi. Ternyata isinya tak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi negeri ini.

Saya lalu mencoba-coba untuk mengaransir dan mengubah syair lagu itu sebisanya, maksud saya supaya cocok dengan perkembangan negeri saat ini. Nah, kira-kira lagu itu kini jadi begini:

Darimu negeri kami mencari

Darimu negeri kami digaji

Darimu negeri kami korupsi

Darimu negeri harta benda kami

Maafkan saya Pak Kusbini karena telah mengubah lagu ciptaan bapak.

Selamat ulang tahun ke 66, negeriku!

05 Agustus 2011

gambar dari: flagiart.blogspot.com & tokohindonesia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun