Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Dinasti, Relevankah?

30 September 2022   16:09 Diperbarui: 30 September 2022   16:09 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

POLITIK DINASTI, RELEVANKAH?

Oleh: Masduki Duryat*)

Diskursus politik selalu menarik untuk diperbincangkan, sampai-sampai Aristoteles menyebutnya sebagai master of science. Bagi Aristoteles, dimensi politik dalam eksistensi manusia merupakan dimensi yang paling urgen, sebab bisa mempengaruhi lingkungan lain dalam kehidupan manusia. Salah satu isu menarik dalam konteks politik pemilihan Presiden, kepala daerah misalnya menyangkut politik dinasti---sampai-sampai Majalah Gatra ketika itu menyebutnya, jika bukan karena daerah Solo, Medan dan Tangsel---Pilkada beberapa waktu lalu tidak terlalu disorot. Pertanyaannya, mungkinkah politik dinasti juga akan terjadi di tahun 2024?

Beberapa tahun lalu terma politik dinasti menjadi kajian dan berita sentral di Majalah Tempo dan Gatra. Walau definisi dinasti dalam konteks demokrasi masih menjadi debatable, tetapi tetap menjadi isu menarik---terutama untuk menciptakan konflik---yang pada bahasa Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Thomas Hobbes menyebutnya watak dasar manusia itu mementingkan dirinya sendiri dan bersifat rasional. Sehingga secara alamiah manusia cenderung berkonflik dengan sesamanya.

Dinasti dalam Politik Kekuasaan

Robson sebagaimana diungkapkan oleh Ramlan Surbakti adalah tokoh yang mengembangkan tentang kekuasaan. Pada pandangannya ilmu politik merupakan ilmu yang titik tekannya pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan.

Tentu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan kekuasaan? Pada pespektif ini kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Kekuasaan dipandang sebagai interaksi antara pihak yang mempengaruhi dengan yang dipengaruhi, atau dengan kata lain yang satu mempengaruhi yang lain mematuhi. Maka dengan memperhatikan definisi ini tidak ada perbedaan makna antara kekuasaan dan kepemimpinan karena dimensi keduanya adalah sama-sama kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Sebab definisi kepemimpinan yang disebut oleh para pakar pasti menyangkut persoalan kemampuan mempengaruhi.

Salah satu alat kekuasaan adalah dengan menggunakan politik dinasti, walau kemudian terma dinasti ini kalau merujuk pada KBBI bermakna keturunan raja-raja yang memerintah semuanya berasal dari satu keluarga. Lalu terma dinasti ini misalnya  masihkan relevan ketika dikaitkan dengan sistem demokrasi? Yang sejatinya tentu yang menentukan pilihan pimpinan ada di tangan rakyat, bukan secara turun-temurun dalam pemerintahan.

Tetapi inilah realitas yang tak terhindarkan penggunaan terma dinasti untuk menyebut hubungan darah dalam pemilihan presiden, kepala daerah, anggota legislatif---bahkan hal ini pernah terjadi---dalam pemilihan anggota legislatif pada Pemilu 1987 PPP masa H. J. Naro, demikian juga yang terjadi di Partai Golkar dan PDI yang memunculkan pencalonan anak-anak Bung Karno. Bahkan sekarang munculnya kandidat Presiden yang sedikit 'dipaksakan' hanya karena ingin melanggengkan kekuasaan 'politik dinasti' walau elektabilitasnya cenderung tidak terdongkrak.

Pada konteks seperti ini, dengan meminjam bahasa Ridwan, regenerasi 'karbitan' tidak akan sehat. Sebab, regenerasinya disandarkan pada reproduksi biologis, bukan hasil dari sebuah kompetisi kompetensi.

Kalau kita tilik secara hukum, memang tidak ada yang salah dengan politik dinasti. Undang-Undang Pemilihan Umum tidak melarang seorang kerabat pejabat negara mencalonkan diri sebagai  kandidat presiden, gubemur, bupati, atau wali kota. Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan bahwa larangan bagi kerabat elite politik untuk maju dalam pemilihan kepala daerah bertentangan dengan konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun