Mohon tunggu...
Kresno Aji
Kresno Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Linux & LaTeX Specialist

Baru saja menyelesaikan S2.\r\nSuatu keinginan untuk menulis di bidang sosial budaya, terutama budaya Jawa. Analisa politik ditulis dalam bahasa Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sudah Saatnya Indonesia Melarang Penggunaan Sampah Non-Organik

6 Juni 2018   14:39 Diperbarui: 6 Juni 2018   14:47 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kolase hasil olah pribadi

Saat ini plastik banyak digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari peralatan makanan dan pembungkus plastik sampai dengan penggunaan plastik untuk keperluan industri. Namun sayangnya, disamping rendahnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya diikuti pula dengan belum tersedianya mesin pendaur ulang sampah plastik non-organik di setiap TPA (Tempat Penampungan Akhir) di Indonesia.

Plastik non-organik merupakan produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik, yang dibentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan kemampuan teknis atau ekonomi. Plastik memiliki sifat yang luwes / elastis, sehingga dapat dibentuk menjadi film atau serat sintetis. Selain itu, bisa didesain dengan variasi yang sangat banyak dalam properti yang tahan panas, keras, dan lain-lain sifat sesuai kebutuhan.

Bila digabungkan dengan kemampuan adaptasinya, hasil olahan dari minyak bumi ini bisa dibentuk dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan manusia. Mulai dari plastik untuk gula pasir, sedotan, kemasan air minum sampai dengan plastik untuk keperluan industri, seperti dashboard, panel pintu. Bahkan digunakan juga untuk keperluan militer, seperti rompi tahan peluru dan campuran logam senjata api dan lain-lain.

Maraknya penggunaan sampah plastik dalam kehidupan masyarakat kita sudah sangat massive, bahkan sudah sampai pada tingkat yang membahayakan. Berdasarkan data dari Profesor Jenna Jambeck, ahli teknik lingkungan dari University of Georgia, AS, Indonesia menjadi negara yang menempati peringkat kedua di dunia dalam hal pembuangan sampah plastik ke laut setelah Tiongkok.

Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat sampah plastik non-organik, mulai dari penimbunan sampah di sungai, danau sampai dengan lautan yang tercemar, mengakibatkan banjir. Bahkan di Thailand, seekor paus tewas karena menelan 80 kantung plastik. Di seluruh dunia, setiap tahun ada 8 juta ton plastik yang mencemari lautan. Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah plastik yang dibuang ke laut lebih banyak dari ikannya sendiri.

Akibat dari pencemaran plastik di laut, adalah matinya lebih ratusan ribu penyu laut, paus, mamalia laut lainnya dan lebih dari 1 juta burung laut setiap tahun karena polusi laut dan menelan atau terjerat sampah di laut. Dikarenakan banyak hewan laut yang tidak bisa membedakan antara makanan dan sampah plastik. Sehingga sistem pencernaan mereka terblokir dan menyebabkan kematian.

Sampah plastik membutuhkan waktu sekitar 450 sampai dengan 600 tahun untuk bisa terurai. Pada produk plastik olahan, misalnya pada kebanyakan popok bayi mengandung polietilena atau termoplastik, bahan yang digunakan untuk membuat kantong plastik. Tahukah Anda, bahwa popok kotor yang dibuang akan terus berada di tanah selama 450 tahun karena sulit terurai? Sedangkan senar pancing membutuhkan waktu lebih lama lagi, yakni sekitar 600 tahun untuk bisa terurai.

Bagaimana mengantisipasi penggunaan plastik non-organik?

Seperti disebut di atas, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah RRT. Karena besarnya sampah plastik, sehingga mengotori sungai-sungai di Indonesia dan menjadi tersumbat oleh sampah plastik. Empat sungai di Indonesia, yang menduduki sungai terkotor di dunia, antara lain: sungai Brantas, Bengawan Solo, Serayu dan Progo.  

Ajakan membuang sampah, terutama sampah plastik pun sampai sekarang sepertinya kurang berarti dibandingkan dengan jumlah sampah yang dibuang di sembarang tempat. Perlunya sautu tindakan yang menyeluruh dan terintegrasi, dengan melarang penggunaan plastik non-organik untuk rumah tangga. Pelarangan ini perlu diimbangi dengan aturan penggunaan plastik organik untuk kebutuhan rumah tangga dan bilamana memungkinkan, sampai pada penggunaan industri menengah.

Penggunaan plastik non-organik untuk kebutuhan industri besar saya rasa belum memungkinkan, di samping produksi plastik organik masih terbatas dan relatif mahal, kualitas pengolahan plastik organik masih dalam taraf penelitian lebih lanjut untuk bisa digunakan secara masal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun