Jodohku Bukan Orang Kaya Namun Satu Suku
Oleh Maryati
Kisah yang mengharukan karena harus berjodoh dengan laki-laki yang baru kenal dan tidak memiliki pekerjaan ataupun uang. Juga harus merantau ke Batam  tanpa ada yang di tuju.
Cerita berawal dari hubunganku dengan seorang pria yang baik, orang tuanya baik, saudaranya juga pada baik, namun ibuku tidak setuju terhadapnya karena mereka berasal dari golongan orang kaya. Ibuku tidak mau lagi punya besan orang kaya karena sering merasa disepelekan dikucilkan dan kadang hinaan. Â Jadi orang tuaku merasa trauma, makanya aku tidak diizinkan lagi berhubungan dengannya.
Lalu setelah lulus SMEA, aku lanjut ke jenjang Diploma satu (D1). Saat masih menempuh kuliah satu tahun entah apa yang terjadi pada diriku sehingga aku pernah bermimpi naik pesawat. Lantas itu aku melihat banyak orang berkerumun, tetapi rambut, warna kulit, Â dan cara bahasa mereka berbeda-beda
Saat itu aku tidak menghiraukannya dengan mimpiku itu. Bahkan hampir melupakannya tapi dapat merasakannya naik pesawat  yang besar itu ternyata enak.
Kuliahku selesai, lalu aku bekerja dari satu PT ke PT lain. Tiba-tiba kawanku datang, dia adalah kawan waktu SD dan juga waktu kuliah. Dia mengajakku untuk mencari lowongan kerja ke Depnaker. ternyata di Depnaker banyak lowongan kerja yang penerimaan ke Batam bukan untuk di dalam  Kota.
Akhirnya aku berangkat ke Batam dengan masa kontrak kerja dua tahun, sementara kawan SD-ku tidak jadi berangkat lantaran Bapaknya tidak menyetujuinya secara mendadak. Dan akupun pergi  tanpa dia.
Aku berangkat bersama rombongan dari Bandung dan Cirebon, dengan menaiki pesawat Garuda. Setelah turun dari pesawat, Â barulah teringat akan mimpiku tahun sebelumnya sewaktu kuliah.
Setelah hampir dua tahun kurang sebulan, tiba-tiba Ibu meneleponku lewat telepon rumah saudara depan rumah di kampung dengan cepat. Ibu memintaku untuk pergi ke Wartel malam pukul 21.00 biar agak murah bayarannya. Ternyata  Ibu mau menjodohkanku dengan seseorang yang bernama Sertu Asep.
Ibuku mengatakan bahwa aku harus segera pulang pada bulan Agustus 1998 sedangkan masa kerja habis kontrak di bulan September 1998. Lantas aku bingung mau ngomong apa pada ibuku, jika aku menerima lamarannya berarti aku harus menerima perjodohan. Sedangkan aku paling tidak suka kalau dijodohkan. Lalu aku mengakhiri telepon dengan mengatakan pada Ibuku bahwa aku bisa menjawabnya besok malam
Akhirnya aku bisa berpikir selama semalam bagaimana caranya supaya tidak menyakiti perasaan tiga pihak yaitu aku, Ibu, dan Sertu Asep. Aku mencoba memberanikan diri dan menghubungi Ibuku lagi. Aku memanggilnya Emak.