[caption id="attachment_272812" align="alignnone" width="621" caption="Salah satu titik tanah longsor yang menelan korban jiwa di Kabupaten Aceh Tengah. Longsor terjadi akibat getaran di sini mencapai intensitas 7 MMi atau lebih. Sumber : Hasto, 2013."][/caption] Hingga Jumat 5 Juli 2013 tercatat 35 orang meninggal sebagai korban gempa tektonik yang mengguncang daratan Aceh khususnya kawasan Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah pada Selasa 2 Juli 2013 lalu. 8 orang lainnya masih dinyatakan hilang dan dikhawatirkan turut menjadi korban tewas karena tertimbun tanah longsor yang dipicu gempa. Korban luka-luka mencapai 257 orang. Dan jumlah bangunan yang rusak mencapai 4.292 rumah dan 83 fasilitas umum. Inilah kisah pilu yang melanda pasca daratan Aceh berguncang akibat Gempa Aceh Tengah pada 2 Juli 2013 pukul 14:37 WIB lalu. Pusat gempa badan survei geologi AS, alias United States Geological Survey National Earthquake Information Center (USGS NEIC), mencatat gempa ini memiliki magnitudo 6,1 skala magnitud. Sedangkan Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mencantumkan angka magnitudo 6,2 skala Richter. Sumber gempa sangat dangkal, yakni hanya sedalam 10 km saja dari paras muka Bumi dan terletak pada kawasan pegunungan di sisi utara Danau Laut Tawar. Energi yang dilepaskan gempa ini secara kalkulatif mencapai 21 kiloton TNT atau setara dengan energi ledakan bom nuklir Hiroshima di akhir Perang Dunia II. Namun dangkalnya sumber gempa-lah yang menyebabkan Gempa Aceh Tengah berdampak cukup parah khususnya bagi kawasan di sekeliling episentrum. Kalkulasi sederhana memperlihatkan hingga sejauh 330 km dari episentrumnya gempa ini masih mampu menggetarkan daratan dalam skala 3 MMI, setara dengan bergetarnya tepi jalan kala sebuah truk besar melintas. Getaran yang lebih keras dan berpotensi mulai menimbulkan kerusakan bangunan, yakni mulai intensitas 6 MMI, terasakan sampai sejauh 110 km dari episentrum. Lebih dekat lagi ke episentrum, intensitas getarannya kian meninggi dan sebagai akibatnya dampaknya kian parah. Getaran hingga 7 MMI misalnya, masih terasa hingga sejauh 60 km dari episentrum, sementara getaran 8 MMI bahkan dirasakan hingga sejauh 12 km dari episentrum. Pada tingkat getaran setinggi ini, tak hanya bangunan yang rusak atau ambruk, namun tebing atau perbukitan yang curam pun laksana dikocok hingga longsor dalam skala bervariasi. Inilah mengapa banyak korban tewas dijumpai di bawah timbunan longsor. USGS memperkirakan secara keseluruhan terdapat 2,676 juta jiwa yang tinggal di ujung utara pulau Sumatra digetarkan oleh gempa ini, khususnya pada intensitas getaran setara atau lebih besar dari 4 MMI. Dari jumlah tersebut sekitar 30.000 diantaranya merasakan getaran 7 MMI dan 6.000 lainnya bahkan harus terguncang-guncang keras oleh getaran 8 MMI. Dengan getaran berintensitas 7 dan 8 MMI masih terasa di kawasan berpemukiman penduduk, jelas bahwa jatuhnya korban jiwa menjadi tak terelakkan lagi. USGS memperkirakan peluang jatuhnya korban jiwa antara 1 hingga 10 orang mencapai 48 %, sementara antara 10 hingga 100 orang mencapai 16 %. Namun peluang ini hanya didasarkan pada karakteristik bangunan model AS yang relatif tahan gempa, bukan berdasarkan fakta lapangan. Sementara kerugian materialnya diperkirakan berada dalam rentang US $ 1 juta hingga US $ 10 juta atau setara dengan 10 hingga 100 milyar rupiah. [caption id="attachment_272813" align="alignnone" width="604" caption="Posisi sumber gempa utama dan dua gempa susulannya dalam kejadian Gempa Aceh Tengah 2 Juli 2013. Sumber gempa berada di sisi utara Danau Laut tawar atau kaki barat daya Gunung Bur Ni Telong. Garis putus-putus menunjukkan lokasi sistem patahan besar Sumatra khususnya segmen Aceh. Terhadap sistem patahan besar ini, sumber Gempa Aceh tengah berjarak 20-an km. Sumber : Sudibyo, 2013."]