Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belum Puasa Syawal? Masih Banyak Waktu

8 Juni 2020   23:16 Diperbarui: 8 Juni 2020   23:09 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : www.islamicity.org

Sementara Ibnu Abi Hatim mengatakan dha'if sebagaimana yang dinukil oleh Ibnul Mulaqqan. (At-Taudhih li Syarhil Jami' Shahih juz 13 hal 368).

Syu'aib Al-Arnauth dalam tahqiq Musnad Ahmad hadits no 8621 mengatakan sanadnya dhaif, Ibnu Luhai'ah (salah satu perawi) adalah buruk hafalan. Selain faktor Ibnu Luhai'ah Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dha'ifah juga mengatakan: Idhthirab (tidak konsisten) dalam sanad dan matannya. (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha'ifah no 838)

"Dan ketahuilah bahwa amalan sunnah tidak akan diterima sampai amalan wajib dilaksanakan". (Tafsir min Sunani Abi Sa'id bin Manshur no 942)

Sa'ad bin Abdullah Alu Humaid dalam tahqiq Tafsir min Sunani Abi Sa'id bin Manshur no 942 mengatakan sanadnya dha'if karena riwayat mursal.

Pendapat kedua, puasanya sah tetapi makruh

Ini adalah pendapat Syafi'iyyah dan Malikiyyah. Alaisy dan Ad-Dardir dari Malikiyyah mengatakan: "Dan dimakruhkan puasa sunnah sebelum puasa nadzar -- yang tidak definitif waktunya -- atau sebelum puasa qadha dari puasa Ramadhan yang kurang atau sebelum puasa kaffarah sumpah atau dzihar". (Manhul Jalil juz 2 hal 124 dan Asy-Syarhul Kabir juz 1 hal 518))

Ad-Dasuqi dari Malikiyyah dalam Hasyiyahnya mengatakan: "Dhahir perkataan pengarang (kitab Asy-Syarhul Kabir karya Ad-Dardir) makruh secara mutlak baik puasa sunnah -- sebelum puasa wajib -- tidak muakkad maupun muakkad seperti puasa Asyura dan Tasu'a bulan Dzulhujjah". (lihat Asy-Syaurhul Kabir juz 1 hal 518)

As-Sunaiki menukil ucapan  Al-Mahamili dan Al-Jurjani (keduanya dari Syafi'iyyah) bahwa: "dimakruhkan seseorang yang memiliki kewajiban qadha Ramadhan melaksanakan puasa sunnah". (Asnal Mathalib juz 1 hal 431)

Alasan kemakruhannya seperti yang disampaikan oleh Ad-Dasuqi dan Ash-Shawi adalah berdampak pada penundaan pelaksanaan yang wajib dan tidak menyegerakannya". (Lihat Asy-Syarhul Kabir juz 1 hal 518 dan Syarhush Shawi dalam Asy-Syarhush Shaghir juz 1 hal 694)

Pendapat ketiga, boleh puasa sunnah sebelum melaksanakan puasa qadha Ramadhan.

Ini adalah pendapat Hanafiyyah dan salah satu pendapat Ahmad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun