Pendapat Ulama Hanabilah
Keutamaan puasa enam hari Syawal didapatkan dengan dilaksanakan bersambung dan terpisah. (Al-Furu' juz 5 hal 85)
Alasan kebolehan puasa enam hari Syawal secara bersambung atau terpisah seperti yang dikatakan oleh Abdul Aziz bin Baz adalah karena hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Muslim no 1164 di atas tidak menyebutkan bersambung dan tidak pula menyebutkan terpisah. (Lihat Majmu' Fatawa bin Baz no 149)
Pendapat Imam Asy-Syafi'i
Pahala Sunnah didapatkan dengan melaksanakannya secara mutafarriqah (terpisah/ tidak besambung) akan tetapi melaksanakannya dengan tatabu' (bersambung) lebih utama setelah Hari Raya Idul Fitri dalam rangka menyegerakan ibadah, dan dengan menundanya akan mengalami banyak kendala. (Mughnil Muhtaj juz 2 hal 184)
Pendapat Ulama Hanafiyyah
Abu Hanifah mengatakan: Makruh baik terpisah maupun bersambung. Menurut Abu Yusuf makruh apabila bersambung, dan menurut pengikut Hanafiyah generasi belakangan mengatakan tidak mengapa. (Ibnu Nujaim, Al-Bahrur Raiq juz 2 hal 278)
Hukum makruh menurut Hanafiyah tatkala menyambung puasa Syawal dengan Ramadhan, diawali dari Hari Raya Idul Fitri dan dilanjutkan lima hari berikutnya. Sedangkan tatkala memulainya setelah Hari Raya Idul Fitri maka hukumnya tidak makruh bahkan dianjurkan dan sunnah. Lihat Damad Afandi, Majma'ul Abhar juz 1 hal 255)
Alasan makruh adalah adanya tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang Nasrani. (Ibrahim bin Muhammad, Multaqal Abhar hal 375)
Puasa Syawwal Kurang dari Enam Hari
Seseorang yang tidak genap melaksanakan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal karena udzur syar'i maka dia tetap mendapatkan keutamaan seperti yang disebutkan dalam hadits dan tidak perlu mengqadha di luar bulan syawwal. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: