Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin Diri: Mantap dalam Refleksi, Mantap Menerima Kritik

26 Maret 2023   09:20 Diperbarui: 26 Maret 2023   09:20 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi dari: xqsuperschool.org/rethinktogether

Memimpin diri sejatinya selalu mengolah diri lewat segala pengalaman hidup dengan memaknainya, mensyukurinya, dan siap berbagi kebaikan pada sesama. Pribadi dewasa selalu memberikan waktu dan energi secara kontinyu untuk berefleksi dan membangun komitmen diri.

Selama masa pemerintahan Presiden Ronald Reagen, para pemimpin tujuh negara industri dunia mengadakan pertemuan di Gedung Putih untuk membicarakan soal kebijakan ekonomi. Selama pertemuan itu, Perdana Menteri Kanada Pierre Trudeau selalu mengecam dengan pedas Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher, dengan mengatakan bahwa Thatcher sama sekali keliru dan bahwa kebijakannya tidak akan dapat dijalankan. Hebatnya, Thatcher berdiri di hadapannya dengan kepal tegak penuh perhatian, mendengarkan dengan cermat semua yang dikatakan sampai selesai. Kemudia ia pergi dengan santun.

Ada situasi yang tidak ideal yang dihadapi Thatcher, ada serangan yang bernada sangat pribadi, sehingga menjadi sangat subyektif sekali dalam pertemuan itu. Keadaan itu menuntut kematangan budi dan hati sehingga tidak jatuh pada komunikasi yang tidak potensial pada tujuan yang sesungguhnya. Thatcher memberikan keteladanan sebagai seorang pemimpin besar, untuk memberikan perhatian penuh pada segala bentuk serangan dan kritik walau sangat menyakitkan dan mendidihkan darah hingga ubun-ubun kepala. Inilah sebuah kedewasaan dalam hidup.

Reagen menghampiri Thatcher dan berkata, "Maggie, seharusnya ia tidak boleh bericara seperti itu. Ia keliru, sama sekali keliru. Mengapa Anda biarkan?" Thatcher memandang Reagen dan menjawab, "Seorang perempuan harus tahu saat seorang pria bertingkah kekanak-kanakan".  Kembali-kembali Thancher menunjukkan sebuah jiwa yang reflektif yang mempengaruhi kematangan pribadinya, dia tidak mau jatuh pada aspek emosional belaka, dia berusaha menangkap poin penting dari kritik pedas dengan pribadi yang tenang dan bersahaja.

Kritik dan segala jenis masukan ataupun tanggapan dari orang lain pastinya bisa dilihat dari dua sisi penting. Pertama, semuanya itu bisa dipandang sebagai serangan yang menjatuhkan harga diri sehingga perlu dibalas dengan cara sejenis untuk mempertahankan harga diri sekaligus menghancurkan segala kritik yang diberikan. Kedua, kritik dan sejenisnya bisa dipandang sebagai cerminan sekaligus masukan yang baik untuk pengembangan diri dan pembelajaran hidup yang penuh makna. Thatcher rupanya memilih opsi kedua, kritikan Pierre Trudeau dijadikan sebagai sebuah perhatian positif kepadanya.

Manusia dewasa dalam pribadi senantiasa melihat segala sesuatu sebagai sarana refleksi dan pembelajaran. Baik maupun buruk, positif ataupun negatif, menyenangkan atau menyakitkan, merupakan sarana yang baik untuk berefleksi dan pada akhirnya membangun komitmen hidup yang lebih baik, lebih inpiratif, dan semakin berdampak positif bagi diri dan sesama. Pribadi yang positif senantiasa memberika atmosfer yang positif dan bermakan dalam relasi dan komunikasi. Pribadi reflektif menjadi sebuah indikator baik dalam hidup bahwa mereka sudah beres dengan dirinya sehingga tidak terpancing pada provokasi pribadi-pribadi yang sejatinya masih terbelenggu dengan permasalahan diri.

Belajar dari sikap dan cara pandang Margaret Thacher, kita senantiasa bisa membangun habitus (kebiasaan) baik untuk mengasah dan mengolah hati dan budi dalam ketenangan jiwa dan kuasa Sang Ilahi. Pribadi yang reflektif dan memiliki komitmen pada kebaikan dan kebajikan senantiasa selalu siap sedia menjadikan pengalaman hidup sebagai sarana untuk kehidupan yang lebih bermakna, mulia, dan bisa bersyukur atas segala anugerah yang ada. Mari mantap dalam hidup yang benar-benar hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun