Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Makna (29): Menjadi Pribadi Reflektif dalam Nuansa Provokatif

16 Juli 2021   08:10 Diperbarui: 16 Juli 2021   21:51 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. whaleshares.io

Jika anda dicerca dan dinista, janganlah membalas dengan perbuatan serupa. Bersikaplah agung. Orang yang dapat mengendalikan lidahnya saat diprovokasi, lebih kuat dan lebih berharga daripada yang memprovokasi. (Firaun Ptahotep)

Cercaan dan nistaan adalah sebuah hantaman keras pada harga diri pribadi yang seringkali berdampak hebat pada pengendalian diri untuk memastikan segalanya ada pada posisi yang tepat dan tegar.

Pribadi yang lemah akan dengan mudah membalasnya dengan cercaan dan nistaan dalam balutan emosi dan agresivitas diri yang berkobar-kobar membakar situasi menjadi luapan yang tak jarang justru menghanguskan harga diri sendiri dan orang lain. 

Pribadi yang lemah pula memungkinkan adanya kehancuran mental diri dan rontoknya nyali diri, yang terhempas dan terkapar pada ketakutan, penarikan diri, dan pelarian untuk bersembunyi rapat-rapat.

Di lain sisi, pribadi yang kuat dan agung senantiasa memandang dan merespon semuanya dengan keteduhan hati, kejernihan pikiran, dan kebijaksanaan kata-kata. 

Perseteruan sebagai bentuk balas-membalas emosi dan usaha untuk saling menjatuhkan bukanlah sebuah kemenangan yang jumawa bagi siapapun. Yang ada adalah rasa sakit yang mendalam pada diri sendiri dan pribadi yang lain. 

Perseteruan dalam cercaan dan nistaan menjadi bukti ketidakdewasaan pribadi yang terlibat di dalamnya, karena menghancurkan nilai-nilai humanisme yang selalu mengalir dalam urat nadi kehidupan ini.

Illustrasi. Shutterstock via www.linkedin.com
Illustrasi. Shutterstock via www.linkedin.com
Provokasi dalam kehidupan bukanlah tentang kalah dan menang sebagai hasil akhirnya. Provokasi sesungguhnya adalah sebuah kesempatan dalam hidup untuk mengendalikan komitmen diri pada kebaikan dan keluhuran hati dan budi. 

Yang keluar dari provokasi adalah sebuah simbol-simbol wacana yang berusaha meletupkan bahkan meledakkan kerapuhan pribadi yang melihat atau mendengarkannya. Lebih dalam lagi, provokasi menjadi fenomena diri yang tidak cerdas budinya, yang tidak bahagia hatinya, dan tidak bermakna hidupnya bagi diri dan sesama.

Lidah provokatif menjadi generator kebusukan dan kedurhakaan yang siap meluncur dan menerjang pribadi-pribadi lain, dengan satu tujuan menyakiti jiwa dan raga untuk terjerambab dalam kedosaan dan ketidakberadaban. 

Lidah Begitu tajam menusuk-nusuk rasa dan mengobrak-abrik akal, hanya satu tujuan meruntuhkan kemapanan mentalitas diri yang telah dibangun oleh nilai-nilai luhur kehidupan yang menyatu dalam karakter diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun