Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan dengan Dalil 30 Detik

20 April 2018   10:25 Diperbarui: 20 April 2018   10:37 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada paruh kedua dari abad kesembilan belas, ada dua orang kuat yang bersaing memperebutkan kepemimpinan dalam pemerintahan Inggris, yakni: William Gladstone dan Benjamin Disraeli. Keduanya orang hebat dalam karier politik mereka dengan segala prestasinya di Inggris. Walaupun keduanya sudah menorehkan banyak prestasi di Inggris , yang benar-benar membedakan mereka sebagai pemimpin adalah cara mereka memperlakukan orang lain.

Ada sebuah kisah yang begitu tampak membedakan keduanya sebagai seorang pemimpin. Seorang wanita muda selama dua malam berturut-turut makan malam bersama kedua negarawan yang selalu bersaing itu. 

Ketika ditanyai kesannya tentang mereka, wanita itu menjawab, "Ketika keluar dari ruang makan setelah duduk di sebelah Pak Gladstone, saya mendapat kesan bahwa ia adalah pria terpandai di Inggris. Namun setelah duduk di sebelah Pak Disraeli, saya mendapat kesan bahwa sayalah wanita terpandai di Inggris." Tampak sekali bahwa Disraeli memiliki kualitas yang mampu menarik orang lain dan tahu cara memperlakukan orang lain. Orang merasa dihargai dan diperhatikan potensi dan harga dirinya.

Kisah di atas merupakan gambaran tentang kharisma seorang pemimpin. Kharisma sesungguhnya bukan menjadi baik dan sempurna di mata orang lain, tetapi sebaliknya bagaimana cara kita memperlakukan orang lain sebagai pribadi yang baik, hebat, dan sangat positif. 

John C. Maxwell sangat menggarisbawahi dalam bukunya The 21 Indispensable Qualities of a Leader bahwa kharisma selalu memikirkan orang lain dan pemimpin yang berkharisma selalu memperlihatkan perhatiannya dengan selalu memikirkan dan memperhatikan orang lain ketimbang dirinya sendiri.

Maxwell dalam bukunya yang lain, 25 Ways to Win with People, memperkenalkan "Dalil 30 Detik". Dalil ini berangkat dari kebiasaan banyak orang ketika bertemu orang lain, kebanyakan orang mencari cara agar dirinya tampak baik dan hebat. 

Dalil ini muncul sebagai cara yang berlawanan dari praktik biasanya itu, yakni ketika mengadakan kontak dengan orang lain, carilah cara untuk membuat mereka tampak baik setidaknya dalam 30 detik awal pembicaraan.

Ketika dalil 30 detik ini diterapkan dalam proses pendidikan, pastinya akan memberi dampak yang begitu hebat bagi perkembangan kualitas pendidikan di negara tercinta ini. Tatkala hari pertama anak didik datang ke sekolah di ajaran baru, seringkali sekolah begitu sibuk memaparkan dan mendemonstrasikan kehebatan sekolah beberapa tahun terakhir. 

Anak-anak dibuat kagum dan bangga dengan sekolah barunya dalam kegiatan pengenalan lingkungan sekolah sehingga mereka segera menggantungkan mimpi-mimpinya di sekolah tersebut. 

Ketika dalil 30 detik ini diterapkan justru yang terjadi sebaliknya, anak-anak akan didorong untuk menemukan kekaguman dan kebanggaannya pada dirinya sendri yang menjadi modal belajar di sekolah yang baru. 

Akhirnya, anak-anak akan merasa beruntung dan bersyukur karena memiliki talenta yang siap dikembangkan di sekolah barunya. Sekolah hanyalah sebuah media, sedangkan pribadi adalah absolut jiwa dan raga yang terus berkembang dalam proses belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun