Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hati - Hati: Bahaya Provokasi, Hasutan, dan Deligitimasi Dibangun Kembali

26 Mei 2019   08:54 Diperbarui: 31 Mei 2019   11:26 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: buletinborneo.com

Banyak yang berharap unjuk rasa dan kerusuhan 21 - 22 Mei adalah merupakan titik kulminasi panasnya politik di negara ini. Setelah kubu Prabowo resmi membawa perkara Pilpres ke MK, maka segala heboh fitnah, hoax dan seruan parlemen jalanan diharapkan menjadi reda.

Namun kenyataannya tidaklah demikian. Nampaknya provokasi hasutan dan usaha mendeligitimasi institusi - institusi terkait dan hasutan pada masyarakat tetap dijalankan dan tidak berkurang sedikitpun.

Lihat saja bagaimana komentar dari para petinggi koalisi Prabowo dan pengacara yang mendampingi perkara itu ke MK.

Dengan lantang sang ketua Tim Pengacara menyerukan supaya MK jangan hanya jadi lembaga kalkulator. Juga dia menuduh pemerintah sekarang ini sebagai regime korup. 

Serangan gencar terhadap pihak keamanan dan polisi pun semakin marak. Masih beredar pernyataan, gambar dan video fitnah dan hoax terhadap perlakuan pihak keamanan terhadap para perusuh. 

Ada semacam usaha untuk membuat para perusuh itu sebagai pahlawan dan orang yang seolah - olah berjasa melawan aparat dan regime yang totaliter.

Ketika diminta komitmen kubu ini untuk tidak menggunakan lagi kekuatan massa dalam proses di MK, dengan sengaja mereka mengeluarkan kata bersayap, bahwa kubunya tidak akan mengerahkan massa tapi tidak bisa melarang jika masyarakat datang berunjukrasa.

Ini adalah pernyataan yang sudah mereka lakukan sebelum kerusuhan 21 - 22 Mei. Kelompok ini tetap mau bermain di dua kaki dan bergerak di wilayah abu - abu. Tidak ada seruan tegas kepada pada simpatisan dan pendukungnya untuk menghentikan cara ekstra ordinary, walau mereka sudah menempuh cara legal sesuai konstitusi.

Klaim bahwa segala apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan rakyat pun tetap dikumandangkan. Padahal kebanyakan rakyat sudah muak dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Masyarakat sudah lelah dan ingin kembali hidup damai dan tidak mau lagi dipecah belah.

Kelihatannya, tekad yang selalu mereka dengungkan dengan seruan "berjuang sampai titik darah penghabisan" atau "fight till the end" benar - benar mereka lakoni. Mereka tidak peduli berapapun korban yang jatuh atas usaha itu. Ini sungguh berbahaya bagi keutuhan bangsa ini.

Sikap ambigu seperti ini juga menimbulkan pertanyaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun