Acara buka data kecurangan  oleh kubu Prabowo yang dibungkus dengan gelaran simposium sangat berbeda dari harapan publik.
Harapan bahwa acara itu sungguh diisi pemaparan data dan fakta yang sah dan valid mengenai kecurangan Pemilu tidak terwujud.Â
Simposium justru diisi oleh pidato politik, tuduhan  daur ulang kecurangan yang sudah selalu disampaikan sebelumnya dan klaim kemenangan dengan angka yang diturunkan dari 62% menjadi 54%. Angka kemenangan itu memang sudah disertai jumlah suara yang didapat, namun tidak dijelaskan prosesnya, hanya dikatakan berasal dari C1 dari para relawan.Â
Hal yang menarik, ada pernyataan Prabowo untuk membuat surat wasiat. Pernyataannya itu merupakan satu rangkaian dengan seruan menolak hasil Pemilu dan sumpah untuk bersedia berjuang sampai tetes darah terakhir demi rakyat.
Menjadi pertanyaan, apakah ada hubungan antara wasiat, menolak hasil pemilu dan dan sumpah berjuang sampai tetes darah terakhir ini?
Surat wasiat biasanya dibuat oleh orang, agar pada saat dia sudah meninggal jelas pembagian harta yang dimiliki dan merupakan pesan penting terakhir dari yang bersangkutan.
Dalam konteks ini, kita hanya bisa menduga - duga.Â
Apakah Prabowo merasa bahwa inilah saat terakhir dia sebagai seorang politikus sehingga perlu membuat maklumat perjuangannya agar bisa jadi pedoman para pengikutnya?
Atau, jika dihubungkan dengan "menolak hasil Pemilu" dan "berjuang sampai darah terakhir", Â wasiat itu hanya sebagai "ancaman" lain, bahwa dia akan mengambil langkah apapun sehingga sudah bersiap dengan segala kemungkinan terburuk?
Kita tunggu saja isi surat wasiat itu. Tapi yang kita harapkan sebagai bangsa, jangan sampai hal ini semakin memperburuk suasana dan ketegangan politik yang ada. Juga apapun yang dilakukan seorang politikus dan negarawan harus dalam koridor hukum yang berlaku.***MG