Mohon tunggu...
Lensa Kiri
Lensa Kiri Mohon Tunggu... JURNALIS

Manusia suka mencari tahu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penayangan Video Presiden Prabowo di Bioskop: Pembuktian atau Upaya Brainwash?

24 September 2025   03:17 Diperbarui: 24 September 2025   03:17 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok: Exen Jontona)

Penayangan video capaian pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di bioskop-bioskop Indonesia telah memicu perdebatan public yang cukup sengit. Fenomena ini muncul di tengah kondisi politik yang masih sensitif pasca-demonstrasi besar-besar seluruh Indonesia, sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar tentang batas-batas komunikasi politik dan penggunaan ruang publik untuk kepentingan kekuasaan.

Konteks dan Timing yang Problematis

Timing penayangan video ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Dalam konteks Indonesia yang baru saja mengalami gelombang demonstrasi, keputusan untuk menayangkan video pencapaian pemerintah di ruang hiburan publik seperti bioskop menimbulkan kesan bahwa pemerintah sedang berusaha membangun narasi tandingan. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu yang sedang diperdebatkan atau bahkan sebagai bentuk propaganda yang halus namun masif.

Legalitas vs Etika Politik

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memang tidak salah ketika menyatakan bahwa penayangan tersebut tidak melanggar aturan hukum yang ada. Namun, legalitas formal tidak secara otomatis menjamin legitimasi etis dari sebuah tindakan politik. Pertanyaan yang lebih fundamental adalah apakah penggunaan ruang hiburan publik untuk komunikasi politik ini sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.

Bioskop adalah ruang di mana masyarakat datang untuk mencari hiburan dan relaksasi. Ketika ruang ini "diinvasi" oleh konten politik tanpa persetujuan eksplisit dari penonton, muncul persoalan tentang consent dan penghormatan terhadap pilihan konsumen. Penonton yang membayar tiket bioskop tidak secara otomatis memberikan persetujuan untuk "dikonsumsi" pesan-pesan politik pemerintah.

Preseden yang Berulang

Faktanya, ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Pemerintahan Jokowi juga pernah melakukan hal serupa pada 2018, yang saat itu juga menuai kritik serupa. Namun, pengulangan preseden yang kontroversial tidak serta-merta membuat tindakan tersebut menjadi dapat dibenarkan. Justru sebaliknya, ini menunjukkan adanya pola yang mengkhawatirkan dalam politik Indonesia di mana kekuasaan eksekutif merasa berhak menggunakan ruang publik sebagai alat komunikasi politik tanpa mempertimbangkan aspek etika dan dampak psikologis terhadap masyarakat.

Antara Informasi dan Propaganda

Garis batas antara penyampaian informasi publik dan propaganda politik memang tipis, namun bukan berarti tidak ada. Video pencapaian pemerintah yang ditayangkan di bioskop cenderung bersifat satu arah, tidak memberikan ruang untuk verifikasi atau diskusi kritis, dan disajikan dalam format yang dirancang untuk membangun kesan positif daripada memberikan informasi yang seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun