Mohon tunggu...
Mariani Sutanto
Mariani Sutanto Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog yang berkecimpung dalam parenting, perkembangan anak hingga remaja, dan eksplorasi diri.

Lakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar (Ibu Teresa)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memang Tak Akan Pernah Mudah

2 Desember 2017   23:22 Diperbarui: 3 Desember 2017   00:12 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagaimana rasanya jika hasil jerih payah kita bertahun-tahun diambil hasilnya begitu saja oleh seseorang yang tak pernah bekerja? Bahkan, celakanya lagi, si pendatang baru ini jauh lebih popular dari kita?

Kedatangan Yesus dalam Injil Markus didahului oleh seseorang yang bernama Yohanes Pembaptis. Dalam Injil ini, bahkan penulisnya tak memperkenalkan siapa sebenarnya Yohanes Pembaptis. Jakob van Bruggen (2006:43) menuliskan bahwa hal itu terjadi karena penulis Injil ini mengasumsikan pembacanya sudah mengenal siapa Yohanes Pembaptis itu. Dan Injil Markus tetap ingin memfokuskan beritanya pada sosok Yesus Kristus.

Bagi Yohanes Pembaptis sendiri, ia sangat menyadari posisi dan situasinya, hingga ia mengatakan, "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak" (Markus 1: 7).

Ketika ia dalam penjara, dan ia mendengar bahwa Yesus sudah menjadi orang yang dielu-elukan dan dinanti-nantikan, ia meminta orang bertanya kepada Yesus, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?" (Lukas 7: 19)

Dan pernyataan Yesus, "Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya" (Lukas 7:30).

Sekali pun Yohanes Pembaptis sudah sadar sesadar-sadarnya bahwa ia hanya pembuka jalan bagi kedatangan Yesus, saat-saat ia mellow di dalam penjara, terbersit juga setitik keraguan, hingga ia mengutus orang untuk meminta jati diri Yesus. Yohanes Pembaptis pun juga bergumul dengan kebenaran akan Sang Junjungannya. Ia meragukan apakah yang selama ini dilakukannya adalah hal yang benar dan merujuk pada orang yang benar.

Begitu pula dalam hidup sesehari, ada banyak hal yang membuat kita menempati posisi seperti Yohanes Pembaptis. Kita berusaha sedemikian rupa agar orang mengakui kebenaran dalam hidup mereka, dan tak seorang pun menyadari andil kita di dalam hal itu. Mungkin kita gusar dan sedikit sedih karena semua yang kita nyatakan tidak pernah dianggap serius, bahkan kita juga mempertanyakan betulkah jalan yang kita tempuh.

Memang tak akan pernah mudah. Saat tak ada mata yang memberi perhatian untuk kerja keras kita, ketika semua sudah kita berikan namun yang kita dapat masih cacat cela, ketika keloyalan kita diragukan, mungkin kita cenderung menarik diri atau berontak tak terima semua itu. Namun, Yohanes Pembaptis sudah memberikan teladan. 

Ia tidak protes, ia hanya bertanya. Dan ketika jawaban sudah ia dapatkan, ia mengamininya. Kebenaran memang harus dijunjung dan diungkapkan, dan apabila jalan ke sana penuh onak duri dan sepi, Yohanes Pembaptis telah lebih dulu mengalaminya. Kita memperlihatkan kebenaran itu tetapi kita bukanlah kebenaran itu sendiri. DIA yang akan datang lah yang akan menyatakan kebenaran itu (renungan Adven 1, 3 Desember 2017)

Buku Acuan:

van Bruggen, J., Markus: Injil Menurut Petrus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun