Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Binatang di Siklus Rantai Makanan, Antara Benci dan Butuh

30 Agustus 2012   15:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:07 3399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_256686" align="aligncenter" width="448" caption="rantai makanan"][/caption]

Entah mengapa saya tidak menyukai binatang. Mungkin karena pengalaman tidak menyenangkan semenjak kecil. Misalnya ada ular yang gemar menyambangi rumah kami  yang masih asri di Sukabumi. Sehingga sering dipagi hari kami berteriak-teriak ketakutan karena memergoki ular sedang asyik tidur melingkar di dalam ember.  Atau tentang anjing yang mengancam dengan gigi taring dan gonggongannya. Bahkan kucing yang manis mendapat stigma binatang tak tahu diri karena walau diberi makanan spesial eh tetap loncat ke meja makan untuk mencuri daging ayam.

[caption id="attachment_209540" align="aligncenter" width="470" caption="kucing di komunitas @sukamulyaindah (dok. Maria Hardayanto)"]

1346312901565655607
1346312901565655607
[/caption]

Karena itu walau kucing dianggap binatang unyu-unyu, saya tetap sering terheran-heran melihat pecinta kucing yang rela bela-belain membeli makanan khusus padahal dia sendiri harus berhemat.

Hingga kehebohan itu datang. Dalam rangka bereksperimen mengolah sampah organis, saya mendapat anjuran pak Supardiyono Sobirin agar memanfaatkan  sampah organis sebagai pangan bagi mahluk lain seperti lele, cacing dan kelinci. Sampah organis tidak sekedar dikompos tetapi menjadi bagian mata rantai kehidupan yang berkelanjutan. Contohnya sisa nasi menjadi pakan cacing. Cacing menjadi pakan lele. Setelah beberapa bulan lele dikonsumsi. Sisa mengolah lele di dapur masuk kembali ke kolam lele. Demikian seterusnya sehingga tidak ada sampah sama sekali.

Sayapun mulai memburu data dan informasi mengenai cara pemeliharaan  binatang-binatang tersebut sekaligus mencari orang yang bersedia memeliharanya. Untunglah kebetulan mang Pepen, tukang bangunan yang tinggal  sekitar satu blok dari rumah sedang menganggur. Dia bersedia membuatkan kandang sekaligus memelihara binatang-binatang tersebut.

Langkah berikutnya adalah mencari kelinci. Wuaduh lucu-lucunya mereka. Kali ini benar-benar jatuh hati. Sayangnya sesudah mempelajari lebih jauh ternyata didapat kalkulasi biaya pemeliharaan yang cukup tinggi.

[caption id="attachment_209541" align="aligncenter" width="471" caption="kelinci yang membuat jatuh hati (dok. Maria Hardayanto)"]

1346313019746514478
1346313019746514478
[/caption]

Kelinci harus mendapat tambahan pakan,  tidak bisa hanya sekedar  makanan sisa  olahan dapur. Harus ada supply sayuran atau rumput segar. Wah kalau begini sih sudah masuk kategori peternakan, bukan eksperimen rantai makanan. Pemeliharaan kelinci rupanya cocok untuk peternak berlahan luas atau minimal disekelilingnya ada lahan tak berpenghuni yang penuh rumput liar. Sama sekali tidak cocok untuk daerah urban.

[caption id="attachment_209546" align="aligncenter" width="450" caption="nyam...nyammmm (dok. Maria Hardayanto)"]

13463132681256670366
13463132681256670366
[/caption]

Oke, sesudah mencoret kelinci selanjutnya adalah membeli lele dan cacing lumbricus rubellus. Lele Sangkuriang  dibeli dari tempat budi daya ikan air tawar yaitu BalaiBesar Pengembangan BudidayaAir Tawar(BBPBAT)Sukabumi. Cukup ribet, untungnya kolam lele sudah disiapkan mang Pepen dibelakang rumah. Demikian juga kotak-kotak kayu tempat peristirahatan para cacing. Semua kandang dan kolam dibangun di area belakang rumah. Mirip laboratorium hidup ^_^ .

Cacing lumbricus rubellus berhasil saya dapat dari pakar lingkungan, pak Bambang yang sudah bereksperimen sendiri di rumahnya di jalan Sekeloa Bandung. Selain cara memelihara cacing, saya juga mendapat penjelasan tentang hamster. Alternatif  binatang peliharaan  yang tidak membutuhkan pakan sebanyak kelinci.

[caption id="attachment_209549" align="aligncenter" width="376" caption="hamster milik pak Bambang (dok. maria Hardayanto)"]

13463134661104604409
13463134661104604409
[/caption]

Sayang saya tidak bisa memelihara hamster. Takut dimakan tikus.  Rumah saya belum terbebas dari tikus yang sering membuat lubang ke dalam tanah pekarangan depan dan belakang. Dua tahun kemudian barulah didapat solusinya yaitu buah bintaro sebagai pengusir tikus. Langkahnya  mudah saja yaitu menyimpan buah bintaro  pada tempat-tempat favorit tikus, maka tikuspun enggan datang lagi kerumah kita.

Hamster juga  harus mendapat makanan khusus seperti biji bunga matahari, beras merah, kacang hijau, makanan burung perkutut, dan jagung. Jadilah nama hamster dicoret dari daftar “kepingin beli”. Toh niat semula  hanya ingin mencari solusi sampah organis bukan membuat peternakan.

Hasil akhir pembelian dari rumah pak Bambang  adalah 2 kg cacing lumbricus. Maaf tidak saya posting fotonya karena sama sekali tidak unyu-unyu. Hanya tempat tinggalnya saja. Penutup berlubang dipasang untuk mencegah cacing menjadi santapan lezat tikus. Tetapi tidak menutup kemungkinan mereka untuk jalan-jalan keluar seperti yang terjadi  dihari pertama. Mereka keluar dari setiap lubang yang memungkinkan. Sehingga harus disimpan ditanah dan dimasukkan kembali ke kotak.

[caption id="attachment_209551" align="aligncenter" width="351" caption="rumah cacing (dok. Maria Hardayanto)"]

13463136421856784603
13463136421856784603
[/caption]

Ya, mereka kan perlu adaptasi. Demikian juga lele, 10 % - 30 % nya mati. Sesuai hukum seleksi alam. Hanya mahluk hidup yang sanggup beradaptasi akan tetap bertahan hidup.  Walaupun kita sudah menyiapkan rumah baru semirip mungkin dengan rumah aslinya. Tindakan preventif seperti memasukkan garam ke air , mengecek PH dan temperature kolam hanya serangkaian usaha meminimalisir kematian. Tetapi apabila binatang tersebut lemah ya tetap saja akan mati. Tentu saja dengan berbagai penyebab.

Ribet juga rupanya. Untunglah ini eksperimen rantai makanan,sehingga  lele yang mati bisa  dimasukkan ke dalam komposter agar didapat kompos yang kaya unsur.

Selesai? Belum………….tiba-tiba saya jatuh hati pada burung merpati yang banyak dijual di jalan Surapati.  Eh  bagai gayung bersambut, mang Pepen ikut antusias.. Dia siap memeliharanya. “Mudah berkembang biak”, katanya. Pakan burung merpati dewasapun mudah. Hanya nasi sisa dan dedak.

[caption id="attachment_209559" align="aligncenter" width="454" caption="burung merpati (dok. Maria Hardayanto)"]

13463139932145970733
13463139932145970733
[/caption]

Wah, salah satu bagian dari rantai makanan nih. Maka mang Pepen segera membuat kandang untuk burung merpati. Semula hanya membeli sepasang. Sayang  si betina yang sedang mengerami telur menjadi mangsa tikus.  Akhirnya membeli 2 pasang lagi, karena menurut mang Pepen : “Harus banyak bu, supaya tikusnya takut”.

[caption id="attachment_209566" align="aligncenter" width="439" caption="merpati tak pernah ingkar janji (dok. Maria Hardayanto)"]

1346314254519566081
1346314254519566081
[/caption]

Bagaimana akhir kisah eksperimen siklus rantai makanan ini? Bermula dari mang Pepen yang mengundurkan diri karena mendapat order merenovasi rumah maka bencanapun terjadi. Burung-burung merpati menghilang entah kemana karena saya terlambat memberi  makan.(Gak bisa dikasih uang jajan sih  :P).

Cacing lumbricus habis. Sebagian digunakan untuk umpan memancing oleh anggota komunitas bantaran sungai. Sebagian lagi mati karena orang yang bersedia merawat tidak kunjung saya temukan.

Lelepun bernasib sama. Sebagian yang sudah besar-besar di masukkan ke sungai oleh anggota komunitas untuk dipancing. Sebagian lagi yang masih kecil masih ada di kolam hingga kini. Karena seperti umumnya pertumbuhan mahluk hidup, ada yang kuntet ada yang jangkung alias tinggi. Khusus untuk lele, pertumbuhannya memanjang kali ya bukan meninggi keatas. ^_^

[caption id="attachment_209574" align="aligncenter" width="432" caption="kolam lele (dok. Maria Hardayanto)"]

13463145372138641424
13463145372138641424
[/caption]

Tapi ada pelajaran penting yang saya ambil. Eksperimen rantai makanan tidak sama dengan budi daya/ memelihara binatang pada umumnya. Peternakan memerlukan  perhitungan cermat biaya perawatan dan harga jual sehingga harus membasmi/ menyingkirkan binatang yang dianggap pengganggu.

Sedangkan rantai makanan harus berlangsung alamiah. Tikus dan ular tidak boleh diganggu apalagi dibasmi. Karena mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan yang berkelanjutan. Bahkan area tersebut harus kondusif. Misalnya air kolam tidak boleh terlalu sering diganti. Rerumputan harus dibiarkan tumbuh bebas.

[caption id="attachment_209584" align="aligncenter" width="454" caption="eh ada kodok ..... (dok. Maria Hardayanto)"]

13463192101177259650
13463192101177259650
[/caption]

Jadi? Saya menyerah, tidak berani meneruskan eksperimen ini. Ngeri juga membayangkan sedang beraktivitas diarea tersebut eh tiba-tiba muncul ular atau  tikus  sebesar hamster. Positifnya setiap pagi hari, saya bisa menikmati pemandangan dari atas loteng. Memandangi berbagai burung, capung dan kupu-kupu berdatangan. Hmmmm ternyata tidak usah membeli mereka, tidak usah heboh. Mereka akan berdatangan apabila kondisinya menyenangkan. Apabila lingkungannya menarik  untuk didatangi dan tentu saja: banyak pakan alami disitu.

**Maria Hardayanto**

sumber gambar : disini

Pernah lihat Animal and Pets Photography yang kece-kece? Kalau belum silahkan klik disini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun