Masa pandemi masih berlanjut. Sudah memasuki bulan ke-15 tapi belum ada tanda-tanda normal. Bahkan melandai pun belum.Â
Akhir-akhir ini seperti diperkirakan sebelumnya, pasca libur lebaran kasus covid naik lagi. Sebuah situasi yang tidak kita inginkan bersama. Â Dan sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya.
Prihatin. Sedih. Mau sampai kapan situasi ini akan berakhir. Tidak ada yang tahu. Pencegahan sudah dilakukan tapi di sisi lain sangat sulit menghadapi aktivitas masyarakat yang tidak bisa disiplin serta masih kurang sadarnya masyarakat akan bahayanya virus covid. Bahkan masih ada juga yang tidak percaya.
Usaha sudah dilakukan pemerintah dengan masifnya program  vaksin. Tapi vaksin juga tidak serta merta memecahkan solusi dalam waktu singkat.
Keadaan ini sungguh sangat menghambat segala aktivitas dalam masyarakat. Terutama dunia pendidikan.
Kesulitan pembelajaran jarak jauh atau daring masih dialami sebagian orangtua murid. Sehingga Menteri Pendidikan Bapak Nadiem Makarin kemudian mendorong dunia pendidikan untuk segera menyelenggarakan pendidikan tatap muka terbatas.
Memang tidak salah apa yang diungkapkan pak Nadiem guna menjawab keluhan para orangtua yang teriak-teriak minta segera dibukakan pintu sekolah.
Pertanyaannya, sudah siapkah pihak sekolah? Sudah siapkah para guru? Apakah sistemnya sudah disiapkan sedemikian rupa?
Hal ini masih menjadi polemik tidak hanya bagi para orangtua dan pendidik, namun juga terjadi pro dan kontra diantara para pakar ahli di dunia pendidikan terkait.
Bagaimana mungkin sekolah tatap muka dibuka di tengah kondisi tingginya kasus covid akhir-akhir ini. Sebentar lagi liburan sekolah tentu juga akan menjadi sumber kerumunan di tempat-tempat wisata maupun kluster-kluster keluarga.
Penyebaran vaksin juga belum menyeluruh. Guru-guru didesak untuk segera vaksin. Tapi baaimana dengan para murid? Mereka justru mempunyai tingkat resiko yang tinggi.