Mohon tunggu...
Maria Agnes Indah Puspitowaty
Maria Agnes Indah Puspitowaty Mohon Tunggu... Sekretaris - Ex-Sekretaris Gereja Katolik di Yogyakarta

"Aku adalah aku. Aku bukan Dia. Tapi aku mau seperti Dia"

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Filosofi Kupat Opor di Hari Lebaran

1 Mei 2021   22:25 Diperbarui: 1 Mei 2021   22:33 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kupat opor ayam/jogja.tribunnews.com

Serba serbi lebaran memang memperkaya budaya Indonesia. Tidak hanya suku dan bahasa tapi juga dalam hal makanan. Demikian juga di kotaku Jember dan Yogyakarta. 

Saya memang terlahir dan sekolah di Jember. Tapi menikah dan berkeluarga di Yogyakarta. Dua tempat bagai dua dunia bagi saya. Dengan perbedaan adat budaya , bahasa dan juga makanan.

Saat memasuki bulan Ramadhan, ada makanan yang membuat lidah bergoyang. Apalagi kalau bukan Lontong Opor atau kupat. Menjelang lebaran tiba, di pinggir jalan mulai berjejeran orang berjualan pembungkus kupat yang terbuat dari daun kelapa yang disebut janur. 

Ada seni khusus melipat dan membentuk janur menjadi bentuk segiempat jajaran genjang. Perlu keahlian dan ketrampilan terlatih untuk membuatnya.
Sampai-sampai pernah diadakan lomba membuat pembungkus ketupat dari janur karena memang tidak mudah. Tapi bukan itu yang ingin saya katakan di sini.

Kupat opor dengan segala kelengkapannya ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Lebaran. Menu ini harus ada di meja makan saat lebaran di mana semua anggota keluarga besar berkumpul. Bersilahturahmi dan masing-masing menceritakan pengalamannya di tempat tinggal mereka. Situasi ini akan lebih lengkap dengan hadirnya kupat lebaran.
Kupat yang dipotong kecil-kecil, disajikan dengan opor ayam kuah santan, sambel goreng kentang dan ati dipadu sambel petisnya. Wahhh aduhai sekali di lidah.

Fadly Rahman dalam bukunya Jejak Rasa Nusantara mengatakan bahwa Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai bagian dari budaya sekaligus filosofi jawa yang berbaur dengan nilai ke-Islaman. 

Menurut Fadly Rahman, ketupat mewakili dua simbolisasi yakni ngaku lepat atau mengaku bersalah dan laku papat atau empat laku yakni cipta/pikiran, rasa, karsa/ sikap dan karya/perbuatan. Yakni segala tindakan yang berhubungan dengan kehidupan manusia itu sendiri.
Dan penjabaran laku papat itu adalah

Lebaran, yang berarti nilai ampunan.
Luberan, yang berarti melimpah, memberi sedekah pada mereka yang membutuhkan.
Leburan, yang berarti melebur dosa selama satu tahun.
Laburan, yang artinya menyucikan  diri, menjadi putih bersih kembali.

Maka menjadi jelaslah mengapa setiap lebaran selalu terhidang kupat opor di meja makan setiap keluarga. Selain rasanya yang nikmat. Kupat opor juga akan menyatukan kembali keluarga-keluarga yang saling berjauhan. Saling bermaafan dalam persatuan yang indah di hari lebaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun