Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kriminalisasi Seksualitas: Fetisisme atau yang Lain?

3 Agustus 2020   10:47 Diperbarui: 3 Agustus 2020   18:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Klaus Hausmann dari Pixabay

(Peringatan: materi berisi informasi seksualitas untuk dewasa)

Jika kita masing-masing bertanya pada diri sendiri, apakah seksi itu? Apakah hal yang bisa menarik minat diri untuk tertarik secara seksual? Maka, hampir bisa dipastikan jawaban antara satu orang dengan orang lain akan berbeda. 

Ada yang menunjuk pada faktor fisik, yang berbeda-beda dari ujung kepala hingga kaki; ada juga yang akan menunjuk pada faktor kepribadian, intelek atau lainnya.

Cara manusia merespons pada stimulus seksual juga bisa sangat bervariasi. Lalu, sepanjang masa hidupnya, perilaku seksualnya pun bisa dinamis yang dipengaruhi berbagai peristiwa hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa masing-masing individu akan memiliki hasrat seksual, minat stimulus seksual, respon dan perilaku seksual yang berbeda-beda. Bahkan pada beberapa orang seksualitasnya tergolong berbeda dari orang-orang kebanyakan. Mengapa? Banyak faktor yang mempengaruhi, dari genetika, fisiologi, insting, proses belajar, dinamika psikologis, serta motivasi diri.

Tulisan ini akan menjelaskan apa dan bagaimana perilaku seks yang berbeda dari orang kebanyakan; serta bagaimana membedakan apa fenomena seksualitas dan apa fenomena pelanggaran norma/kejahatan.

Parafilia

Memahami perilaku seksual manusia sangat unik. Definisi seksualitas tidak semata memahami perilakunya saja, baik dari aspek biologis dan psikologis; namun secara khas, konsepsi seksualitas juga ditentukan oleh konteks sosial. Seks normal adalah yang "wajar" atau dilakukan oleh orang kebanyakan di populasi.

Dan yang menarik, konsepsi normal berubah sepanjang sejarah seiring perkembangan pengetahuan manusia. Contohnya: di dalam DSM III, homoseksualitas tergolong sebagai gangguan mental; namun sejak DSM IV, dengan perkembangan keilmuan, homoseksualitas bukan dikategorikan sebagai gangguan mental. Hal ini terjadi karena perkembangan riset dan ilmu pengetahuan mengenai apa, mengapa dan bagaimana dampak minat seksual (sexual preferences) terhadap kesehatan mental manusia.

Namun, ada orang yang memiliki hasrat dan perilaku seksual yang dilakukan tidak dengan cara-cara yang dianggap normal, atau bukan dengan cara-cara yang dilakukan orang pada umumnya; hal ini disebut sebagai penyimpangan seksual, atau Parafilia.

Parafilia adalah istilah yang memayungi berbagai jenis penyimpangan seksualitas yang dikategorikan sebagai gangguan mental manusia. Parafilia terjadi ketika hasrat dan kepuasan seksual bersumber dari obyek atau aktivitas yang menyimpang dari kewajaran, misalkan: pedofilia (dengan obyek anak pra-pubertas), necrophilia (dengan obyek mayat), voyerisme (dari aktivitas mengintip), frotterisme (dari aktivitas menggesek-gesekan bagian tubuh), dan eksibisionisme (dari aktivitas menampilkan alat kelamin ke orang asing). Berikutnya, tulisan ini akan fokus menjelaskan paraphilia bentuk Fetisisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun