Mohon tunggu...
mardety mardinsyah
mardety mardinsyah Mohon Tunggu... pensiunan dosen

Hobi menulis, menggambar dan sedang belajar literasi digital

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sosial Media: Manipulasi Berita Menghadirkan Krisis Eksistensial

18 Agustus 2025   19:28 Diperbarui: 18 Agustus 2025   19:28 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Framing teori menyoroti bagaimana media memilih, menonjolkan, dan membingkai fakta tertentu untuk membentuk cara pandang publik. Di media sosial, framing bukan hanya dilakukan oleh jurnalis, tetapi juga oleh algoritma dan aktor politik-ekonomi yang memiliki kepentingan. Berita bisa dikonstruksi sedemikian rupa sehingga memicu emosi tertentu---ketakutan, kemarahan, atau kebencian---yang akhirnya mendorong polarisasi masyarakat.

Penutup

Film di Netflix itu memberi pelajaran bahwa media sosial bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan ruang pertempuran makna. Untuk keluar dari krisis eksistensial, masyarakat perlu mengembangkan literasi digital, kesadaran kritis, dan keberanian untuk mempertanyakan narasi dominan. Tanpa itu, kita hanya akan menjadi produk algoritma yang kehilangan eksistensi kemanusiaannya.

Film dokumenter The Social Dilemma di Netflix itu menggambarkan algoritma  seperti dalang tak kasat mata.,mengendalikan perhatian, mengarahkan emosi, bahkan membentuk cara kita memandang dunia. Media sosial yang dulu digadang-gadang sebagai ruang berbagi dan menjalin hubungan, kini berubah menjadi mesin manipulasi yang halus tapi mematikan. Identitas individu terkikis. Mereka tak lagi berdiri sebagai diri sendiri, melainkan sebagai bagian dari kelompok rapuh yang mudah diadu dan rentan terpolarisasi. Krisis ini menjalar ke berbagai lapisan, kepercayaan pada institusi runtuh, relasi sosial renggang, bahkan mental generasi muda terguncang. Perbandingan semu di dunia maya membuat mereka merasa tertinggal, ekspektasi sosial menekan, hingga kecemasan kolektif tumbuh tanpa henti.Kini pertanyaan  yang harus kita jawab, akankah kita terus membiarkan algoritma menentukan arah hidup kita? Ataukah kita mulai berani melawan arus, membangun kesadaran kritis, dan merebut kembali kendali atas kebenaran.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun