Mohon tunggu...
glory marbun
glory marbun Mohon Tunggu... asisten advocat - Menulis

menulis adalah cara saya mengabadikan pikiran dalam satu tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Olahraga Hati dan Pikiran Bersama Macet Jakarta

4 November 2017   12:09 Diperbarui: 4 November 2017   13:05 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
properti.kompas.com

Tak terasa penulis sudah berdomisili selama kurang lebih satu tahun di kota jakarta. Jakarta kota sejuta umat mengais rejeki berharap sebongka berlian, kota yang tidak pernah mati, kota metropolitan dibumi nusantara dengan segala hiruk pikuk kemacetannya.   Kemacetan terpampang nyata di hadapan penulis dan turut serta merasakannya.

Kemacetan memang bukan hal baru bagi jakarta. Namun kemacetan semakin menjadi jadi seiring dengan pembangunan sarana dan prasarana  dibeberapa titik jalan kota jakarta, underpass Matraman, Jakarta Timur. kemacetan sudah terasa sejak mulai dari Jalan Tambak yang mengarah ke Senen, Pramuka, dan Salemba. Pembangunan underpass Kartini yang berlokasi di Jalan RA Kartini menimbulkan kemacetan terutama ketika jam berangkat kerja dan pulang kerja bahkan mulai sejak Jalan Metro Pondok Indah sampai ke Simpang Jalan TB Simatupang atau pun sebaliknya. 

Titik macet yang tak kalah parah ada di Mampang menuju Kuningan imbas dari konstruksi underpass Mampang-Kuningan. jalur light rail transit (LRT) yang semakin menambah sempit jalan mulai dari Jalan MT Haryono hingga persimpangan Jalan Gatot Subroto dan Jalan HR Rasuna Said, dengan harapan setelah pembangunan ini rampung maka dapat menampung kendaraan di jalanan ibukota.

Sedikit cerita pengalaman penulis turut serta menikmati kemacetan, Penulis pernah mengalami kemacetan cukup menguras hati dan pikiran, dalam perjalanan Cawang uki menuju Patra kuningan penulis menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam perjalanan, pada hal perjalanan ini pada saat jam kerja. Disana penulis merasakan awan yang dulunya putih sekarang menjadi hitam, bau menjadi satu dengan jalanan ibukota, suara klason dimana-mana, jalanan bagaikan sorum mobil berjalan, dari mobil batuk-batuk hingga mobil keluaran terbaru. Rasanya sangat capek ditambah lagi menahan lapar dan menahan buang air kecil menjadi satu, duduk meringkuk selama 3 jam.

Dalam perjalan ini penulis melihat polisi kewalahan dalam mengatur jalannya lalu lintas, para pengendara membawa ego masing-masing kendaraan semaraut semau gue,makian kebun binatang tak jarang keluar dari sesama penyebab kemacetan disini kita waktunya mengelus dada. Dibahu-bahu jalan berjejer parkir-parkir liar menambah semeraut jalanan ibukota. Mak bukan main rasanya hidup merantau dikota jakarta ini.

Tidak dapat dipungkiri masyarakat Indonesia secara khusus penduduk Dki Jakarta adalah masyarakat yang sangat konsuntif kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, dalam satu rumah ditemukan 4 mobil. Menurut Djarot, kendaraan bermotor di Jakarta dan daerah sekitarnya bertambah 1.500 unit setiap hari, yakni 1.200 sepeda motor dan 300 mobil kepada kompas.com (4/9/2017) . Indonesia salah satu negara pengimpor kendaraan bermotor terbesar dari cina.  

Hal ini disebabkan masih banyaknya masyarakat menganggap bahwa memiliki kendaraan pribadi adalah menunjukan status sosial seseorang, dialain pihak kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan umum, baik secara keselamatan maupun kenyamanan yang ditawarkan dengan kata lain karena kebutuhan.

Bersama dengan mengatasi kemacetan ibukota jakarta maka hadirlah UBERdengan ride sharing. Mengatasi masalah dengan solusi, dalam beberapa tahun belakangan, perkembangan teknologi semakin memudahkan konsep ride sharing ini. Lebih hemat, sampai lebih cepat, hidup lebih semangat, Dengan konsep ini, Kamu bisa menghemat waktu menjadi lebih efisien, hemat bahan bakar, dan mengurangi kesulitan mencari lahan parkir. Karena bersama lebih baik, syukur-syukur yang single dapat tambatan hari bersama ride sharing,trimaksih UBER.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun