Tarutung adalah Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Utara,Provinsi Sumatera Utara, berada sekitar 250 km di sebelah selatan Medan.Tarutung merupakan kota yang dilintasi jalan lintas Sumatera terutama yang menuju Sibolga -Padangsidimpuan -Bukit Tinggi- Padang atau juga lintasan Sipirok - Padangsidimpuan- Bukit Tinggi-Padang.
Dari posisi yang demikan maka Tarutung punya arti penting untuk lintasan jalan lintas Sumatera jalur tengah. Demikianlah pada Senin,16 Juli 2018 ratusan massa memblokir jalan lintas yang sangat vital itu.
Harian Waspada Medan ,Selasa,17 Juli 2018 memberitakan ratusan massa yang memblokir jalan itu karena tidak terima hasil pilgubTapanuli Utara yang diselenggarakan 27 Juni 2018 yang lalu. Akibat pemblokiran jalan tersebut ,beberapa jam para pengendara yang menuju Sibolga dan Sipirok tidak bisa melintas ,tertahan di titik titik yang diblokade massa itu.
Massa memblokir jalan yang terkonsentrasi di dua lokasi yaitu di Sipoholon dan di Hutagalung yang menuju Sipirok. Kantor Panitia Pengawas Pemilih ( Panwaslih ) Kabupaten Tapanuli Utara berada di Hutagalung. Ditempat ini massa tidak hanya memblokir dan bakar ban di jalan raya tetapi juga melakukan pelemparan ke kantor Panwaslih.
Karena pengunjuk rasa makin beringas ,petugas kepolisian terpaksa melakukan tembakan peringatan agar massa membubarkan diri.Namun massa tetap bertahan bahkan terus melakukan pelemparan ke kantor Panwaslih sehingga kantor itu rusak parah. Dalam insiden itu seorang anggota polisi bernama Togu Hutasoit mengalami luka di kepala terkena lemparan. Terhadap aksi massa demikian polisi telah menangkap lima orang penghunjuk rasa.
Dari peristiwa tersebut dan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya dapat ditarik kesimpulan adanya sekelompok massa yang tidak rela pasangan yang dijagokannya kalah dalam pilbup ( pemilihan bupati) .Menurut mereka ,kekalahan itu karena tidak becusnya penyelenggara maupun pengawas pilkada melaksanakan tugasnya.
Peristiwa adanya kerusuhan massa akibat ketidak puasan terhadap hasil pilkada tidak hanya terjadi di Tarutung,Tapanuli Utara.Beberapa peristiwa yang sama juga terjadi di beberapa daerah di republik kita ini.
Terjadinya peristiwa yang demikian tentunya merugikan pertumbuhan demokrasi di negeri ini. Pada umumnya alasan yang digunakan penghunjuk rasa karena mereka menilai ada kecurangan,ada keberpihakan dan adanya ketidak becusan penyelenggara pemilu.
Sebenarnya untuk menampung aspirasi  masyarakat yang merasa dicurangi pada pilkada sudah ada saluran hukum yang dipersiapkan untuk itu. Tetapi adakalanya sebahagian masyarakat tidak menggunakan jalur yang tersedia itu .Mereka terus menggunakan jalur kekerasan yang justru bertentantangan dengan hukum yang berlaku. Terhadap aksi  serta tuntutan massa yang demikian diharapkan penyelenggara pemilu ( KPU) dan pengawas pemilu ( Bawaslu) selalu menjadikannya sebagai bahan berharga sehingga kualitas penyelenggaraan demokrasi di negara kita akan semakin baik.
Begitu juga halnya kalau ada dugaan penyelewengan oleh penyelenggara pemilu / pilkada dapat mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP).
Bahwa kita menyadari pertumbuhan demokrasi di negeri ini masih terus dalam proses menuju tahapan yang lebih baik dan janganlah perhelatan demokrasi merusak hubungan kemasyarakatan yang sudah terpelihara dengan baik.
Salam Demokrasi!