Mohon tunggu...
Andri Setiawan
Andri Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku Membaca Maka Aku Ada

Kemampuan terbesar manusia adalah bergosip dan berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siklus Peradaban sebagai Warisan Penting Umat Manusia

5 Mei 2021   01:27 Diperbarui: 5 Mei 2021   01:33 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pikiran manusia dikendalikan oleh algoritma Facebook, YouTube, Instagram dan Twitter. Hasrat, keinginan dan dorongan manusia sudah dipengaruhi oleh marketplace online seperti Amazon, Lazada, Alibaba dst. Dalam pengambilan keputusan, manusia juga sudah dikendalikan misalnya dalam pemakaian Google Maps dimana selama perjalanan kita akan diberi hasil keputusan berdasarkan algoritma tersebut. Walau manusia masih dapat menggunakan kesadarannya saat menggunakan media atau aplikasi tersebut, tetapi ia berada dalam sebuah ruang di mana keputusan dikendalikan oleh sesuatu yang berada di luar dirinya. Yang mengkhawatirkan dari kehadiran lingkungan algoritma ini adalah ketika segala keputusan yang seharusnya dipilih oleh manusia bebas menjadi ditentukan hasil pemutusan algoritma. Contoh lain misalnya, dalam memilih pasangan, algoritma akan menyarankan calon pasangan dengan kemungkinan-kemungkinan yang disesuaikan kepada satu sama lain melalui kriteria-kriteria tambahan, bukan melalui perasaan atau panggilan lainnya. Seluruh algoritma ini juga menjadi semakin berkuasa dalam media sosial. Di samping itu Harari juga mengatakan bahwa manusia adalah algoritma itu sendiri. Ia mencoba menggambarkan susunan tubuh manusia yang terdiri algoritma-algoritma (kode DNA) yang menggerakan tubuh manusia berdasarkan kesadaran manusia itu sendiri. Sebelum dikendalikan oleh algorithma (baca; 21 Lessons for the 21st Century)

Ada tiga ancaman yang memiliki propabilitas menghancurkan bumi, diantaranya: perang nuklir, keruntuhan ekologi, dan disrupsi teknologi. Apabila ancaman-ancaman ini terjadi secara bersamaan maka kerusakannya akan membentuk suatu krisis eksistensial yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam permasalahan ini, sentimen nasionalis atau agamis tidak dapat berperan banyak sehingga muncul probabilitas baru misalnya: mungkin kah manusia mulai menggunakan tradisi agama universal untuk membantunya menyatukan dunia? Ribuan tahun lalu, agama semitik seperti Kristen dan Islam telah memiliki pandangan global dan tertarik pada pernyataan-pernyataan besar kehidupan (melalui kitab).

Bahwa manusia (Homo Sapiens) telah meningkatkan kualitas hidupnya dengan mengorbankan alam dan bahkan manusia lainnya (Homo Homini Lupus). Bahkan kini manusia sudah berani menciptakan manusia lain bahkan sesuatu yang memiliki kemampuan diatas manusia yaitu Artificial Intelligence (AI). Berdasarkan analisis dari Yuval Noah Harari, kedepannya akan terdapat perbedaan kelas yang sangat besar berdasarkan teknologi yang mereka gunakan.

Abad 21 sudah bermunculan para martir, kedatangan mereka banyak menyuarakan tentang revolusi dan mengajak untuk berpikir secara kritis dalam menghadapi corak kehidupan ke depan. Sosok kehadirannya di tengah masyarakat acap kali menjadi berbincang kendati kehadiran nya selalu ada pemidanaan serta diskriminasi yang pernah dan sedang dihadapinya oleh otoritas penguasa dan berhadapan dengan kekuatan adidaya dunia, seperti kisah Socrates dan para martir pendahulu yang dituduh menyebarkan agama baru, meracuni pikiran para pemuda dan melawan dewa-dewa, sehingga kehadiran nya menjadi sinyal akan kebangkitan renaissance jilid ke 2.

Sinyal selanjutnya, muncul dari redaksi kitab suci tentang nubuatan kemunculan agen pembaharu. Dalam Islam, istilah pembaruan dikenal dengan tajdid. Para mujaddid (pelaku pembaru) lahir sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan-tantangan internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan urusan sosial umat, yang mewarnai corak kehidupan ke depan.

Pada abad ke 20, Prof Stephen Oppenheimer memiliki keyakinan bahwa induk dari semua peradaban di muka bumi berasal dari bumi Nusantara yang kini bernama Indonesia. Keyakinannya itu telah dituangkannya dengan rapi dalam buku "Eden of the East" yang terbit tahun 1999. Prof Oppenheimer menyakinkah bahwa Indonesia "Mother of Human Civilization", hal tersebut senada di ungkapan oleh Prof. Arysio Santos, Ph.D. yang melakukan penelitian selama 30 tahun dan menulis buku "Atlantis The Lost Continent Finally Found",  memastikan kepada dunia bahwa situs Atlantis adalah Indonesia. Ciri-ciri Atlantis yang dicatat Plato dalam dua dialognya berjudul Timaeus dan Critias, secara mengejutkan sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia. Atlantis adalah negeri tropis berlimpah mineral dan kekayaan hayati.

Menurut Arnold J. Toynbee, perubahan dalam sejarah aktivitas manusia sebagai jawaban(respon) terhadap Challange atau perubahan yang terjadi di dalam kehidupan umat manusia, yang harus dipecahkan oleh manusia itu sendiri. Peradaban adalah suatu gerakan atau proses, bukan suatu kondisi; suatu perjalanan, bukan pelabuhan. Civilization is a movement not a condition, a voyage not a harbour. Sebab kelahiran suatu peradaban bukanlah tunggal, melainkan jamak; ia bukan entitas, melainkan suatu relasi (baca; A Study of History, 1972)

Ketika peradaban dan kebudayaan sudah berkembang dan maju, dimungkinkan bahwa kreativitas aktor perubahan itu yang telah menjadi pimpinan masyarakat mandek. Sayangnya, minoritas yang dulu kreatif kemudian menguasai masyarakat itu, biasanya akan mempertahankan kekuasaannya, sering dikenal dengan mempertahankan status quo. Mandeknya kreativitas dan menguatnya hasrat menggenggam kekuasaan ini nantinya akan memunculkan disintegrasi. Dalam kondisi ini, disintegrasi mulai terjadi dan muncullah sempalan-sempalan (skisma) dan kelahiran kembali (palingenesis). Selanjutnya, kelahiran kembali berarti tantangan baru bagi pelaku peradaban. Maka, sejarah akan berjalan berulang dengan mengikuti pola ini.

Begitulah momentum psikologis manusia, yang secara inheren tidak mungkin untuk diberi bobot dan diukur sehingga sulit untuk diestimasi secara sains, merupakan faktor paling utama yang memutuskan isu-isu yang terjadi selama perjumpaan/interaksi tersebut. Dengan demikian, kuantitas yang banyak, bobot yang besar, kecerdasan yang tinggi, atau ketajaman strategi tidak dapat menjamin kemenangan. Maka, dapatlah kita berkeras bahwa, "Tuhan tidak selalu berada di kubu yang banyak/besar/kuat," atau juga "Tuhan menolong mereka yang menolong diri mereka sendiri," atau juga "Percayalah pada Tuhan."

Dan, sekali lagi, segala perhitungan itu tiada dapat secara eksak dikalkulasikan, tapi mesti mempertimbangkan suatu aspek metafisik, baik itu mitologi maupun din yang sejati. Demikian pula bahwa kuantitas, bobot, dan ukuran jumlah atau kemampuan tidaklah selalu menjamin kemenangan. Hal ini senada dengan ajaran konsep, "Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit/kecil mengalahkan golongan yang banyak/kuat dengan izin Allah." Maka, semua ritme ini meski tidak dapat diprediksi secara eksak dapatlah digantungkan dan disandarkan secara spiritual pada Dzat Yang Maha Esa Yang Menguasai Seluruh Perputaran Sejarah.

Jelaslah bahwa "peradaban" saat ini, sebagaimana di masa lalu, tengah dipanggil kembali guna melakukan kerja-kerja besar dalam penulisan sejarah, sekaligus perencanaan untuk masa depan. Penggunaan peradaban sebagai satuan sejarah ini mungkin sebagian masih tidak jelas, sebagian lagi ideo-sinkretis, dan sebagian lagi terkesan acak. Jika memang ada kebangkitan konsep itu, kita membutuhkan suatu peta tentangnya guna merumuskan makna dan penerapannya. Jalan yang paling baik dalam melakukannya barangkali dengan melihat, betapa pun singkatnya, pada sejarah konsep itu, guna menggali penggunaannya selama ini. Itu akan membantu kita mendudukkan penggunaan konsep tersebut di masa kini dalam bermacam tradisi penggunaan yang ada. Itu akan memungkinkan kita untuk melihat bagaimana para cendekiawan besar di masa lalu, seperti Ibnu Khaldun, Arnold Toynbee dan Oswald Spengler, berpijak pada konsep peradaban itu dan kontribusi apa yang mereka berikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun