Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengkaji Kebijakan Trump tentang Imigrasi

30 Januari 2017   10:14 Diperbarui: 17 Februari 2017   19:53 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga menghadiri aksi protes di Battery Park, New York City (29/01/2017) untuk menolak kebijakan larangan pemberian VISA bagi para imigran muslim (Sumber: Spencer Platt, Getty Images).

Belum genap sepuluh hari menjabat sebagai Presiden, Donald Trump telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menuai kontroversi. Salah satu kebijakan yang mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan adalah larangan pemberian VISA kepada pendatang yang berasal dari 7 negara, yaitu: Irak, Iran, Suriah, Libya, Sudan, Somalia, dan Yaman (Executive Order tertanggal 27/01/2017). 

Sejak Jumat lalu, Trump secara resmi melarang masuk pendatang yang berasal dari 7 negara muslim tersebut selama 90 hari ke depan. Trump juga memberlakukan larangan 120 hari kepada para imigran AS sampai pihak berwenang menerapkan program pengungsi yang lebih selektif.

Hal ini memicu gelombang demonstrasi di seluruh penjuru Amerika. Penduduk kemudian berbondong-bondong memadati Bandara Internasional Los Angeles, San Fransisco, dan Portland. Tidak hanya berorasi di Bandara Internasional saja, demonstrasi juga dilakukan di pusat-pusat kota seperti: Washington DC, Miami, dan Boston. Spanduk-spanduk bertuliskan Let Them In (Ijinkan Mereka Masuk), No Muslim's Ban (Tidak Ada Pelarangan terhadap Muslim), Standing with Muslim Against Islamophobia and Racism (Berdiri Bersama Muslim Melawan Islamophobia dan Rasisme), bahkan We are All Muslim Now (Kita Semua adalah Muslim Sekarang) bertebaran diantara para demonstran. Foto-foto demonstrasi tersebut lalu menyebar secara viral, baik melalui jejaring sosial maupun media massa.

Lanjutan dari protes ini adalah ditandatanganinya petisi untuk menolak kebijakan Trump di berbagai negara bagian Amerika Serikat seperti yang dilakukan oleh Darweesh di New York, Andrew W. Shallaby yang mewakili Penduduk San Fransisco , Matt Adams di Seattle, Tareq-Ammal-Aqel di Virginia, serta Mazdak & Arghavan di Boston Massachushetts. Bahkan di Missouri, Direktur Bandara Internasional Lambert, Rhonda-Hamm-Niebruegge juga dilaporkan oleh Caleb-Michael Files dan Jessica Mayo untuk menangguhkan larangan VISA dan ijin masuk bagi penduduk Irak, Iran, Suriah, Libya, Sudan, Somalia, dan Yaman.

Alasan dari pelarangan masuk tersebut, sebagaimana dikutip dari tanggapan resmi Trump yang dikeluarkan oleh staff Gedung Putih (29/01/2017) adalah untuk memproteksi warga negara dan perbatasan Amerika Serikat. Dipilihnya ketujuh negara itu didasarkan pada sejarah dan keterikatan negara-negara tersebut dengan aksi terorisme yang terjadi di Amerika Serikat beberapa tahun silam. 

Pendapat ini dinilai janggal oleh publik mengingat bahwa Trump tidak memasukkan negara-negara muslim lain dengan latar belakang yang sama seperti Mesir, Turki, Yordania, dan Saudi Arabia. Jika Trump memasukkan keempat negara tersebut dalam daftar larangan pemberian VISA, tentu saja hal ini akan menimbulkan kerugian material bagi Trump. Sebagaimana yang dirilis pada daftar kekayaannya (16/5/2016), Trump memiliki lisensi usaha untuk dua menara megah di Istanbul, lisensi perabot rumah merek Trump, lisensi nama untuk sebuah resor Dubai Golf, serta terlibat dalam pembangunan rumah mewah dan spa di Saudi Arabia.

Kebijakan Trump terhadap 7 negara muslim tersebut bukan hanya menuai protes dari masyarakat dan pihak oposisi, namun juga dari politisi partai yang mengusungnya. Sebagaimana yang dilansir New York Times (29/01/2017), Senator John McCain dari Negara Bagian Arizona serta Senator Lindsey Graham dari Negara Bagian South Carolina juga mengatakan ketidaksetujuannya atas keputusan tersebut. Mereka mencoba menetralisir kemarahan massa dengan mengeluarkan statement bahwa keputusan Trump tidak berarti bahwa AS memalingkan diri terhadap umat muslim yang sudah bekerja dan mengabdi bagi negara tersebut, baik sebagai militer maupun diplomat. Perwakilan yang lain dari Partai Republik seperti Senator Rob Portman (Ohio), Senator Orrin Hatch (Utah), Senator Ben Sasse (Nebraska), and Senator Susan Collins (Maine) juga melemparkan pendapat dan kritik yang kurang lebih sama. Senator Mitch McConnell (Kentucky) tidak mengkritik kebijakan Trump namun menilai bahwa Presiden harus berhati-hati mengenai bagaimana efek lanjutan dari kebijakan tersebut. 

Chaos yang menyebar di seantero AS terkait dengan kebijakan Trump terhadap warga negara Irak, Iran, Suriah, Libya, Sudan, Somalia, dan Yaman tidak boleh diabaikan begitu saja. 

Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Mahfud MD dalam Gatra (6/6/2007), bahwa arus demokrasi yang menggumpal dari suara rakyat tidak dapat dibendung oleh siapapun. Jika dibendung dan tidak diagregasi dengan baik maka demokrasi akan membuat jalannya sendiri, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei). 

Adagium ini tidak dapat diartikan bahwa suara rakyat identik dengan suara Tuhan, melainkan vox populi yang bersumber dari sanubari rakyat itu akan selalu dimenangkan oleh Tuhan. Orang yang tidak memedulikan vox populi, cepat atau lambat pasti akan digilas dan ditertawakan sejarah. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun