Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Bertukang

31 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 31 Januari 2020   15:26 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membobok pekerjaan paling berat/dok pri

Hujan yang turun "bertubi-tubi" sejak awal tahun baru kemarin, bukan saja membuat sibuk beberapa Kepala Daerah, termasuk diantaranya Gubernur DKI, Anies Baswedan, lantaran beberapa wilayah Jakarta sempat terendam banjir. Tapi juga membuat banyak warga dibuat pening kepala sekalipun tempat tinggalnya tidak termasuk wilayah banjir dan tentu saja tidak ikut kebanjiran seperti yang saya alami.

Apa pasal? Lantaran hujan yang cukup ekstrim, rumah yang dibawah tanggung jawab saya dilanda kebocoran di sana--sini dan ketika saya cek bukan cuma atapnya yang berupa asbes harus diperbaiki ternyata banyak plafonnya yang berbahan kayu triplek lapuk dan lebih memusingkan lagi tulang-tulang plafonnya di beberapa sudut juga lapuk lantaran disantap rayap.

Rayap adalah serangga pemakan kayu dan kertas. Kayu yang belum cukup usia tapi sudah dimanfaatkan sebagai bahan furnitur atau plafon rumah seperti yang saya alami akan akan disantapnya tuntas. Mahkluk satu ini menurut saya adalah salah satu yang paling menjengkelkan.

Semua kerusakan tersebut tentu saja tidak bisa saya tangani sendiri. Dan saya butuh "Tukang" untuk memperbaiki semua itu. 

Dok pribadi
Dok pribadi

Tukang yang saya maksud adalah "tukang bangunan" yang biasa menangani pembangunan rumah baru atau renovasi. Tukang yang sudah mahir, sekedar rumah kontrakan petak kecil bisa dikerjakannya sendiri, paling-paling dan biasanya tukang tersebut dibantu oleh seorang yang biasa disebut kenek.

Untuk mendapatkan tukang di Jakarta boleh dibilang susah-susah gampang, kendati umumnya mereka bekerja secara freelance tetapi rerata mereka sudah punya pelanggan dan tampaknya mereka agak kurang semangat dengan pekerjaan yang nanggung atau sedikit. Itu menurut pengamatan saya.

Saya harus menunggu hampir dua minggu untuk mendapatkan tukang. Sementara menunggu kedatangan tukang saya mengerjakan sendiri apa yang saya bisa, seperti menata instalasi listrik, mengganti stop kontak atau saklar yang sudah rusak. Saya juga mencoba pekerjaan yang sebenarnya bukan wilayah kerja saya dan belum pernah saya lakukan sebelumnya yaitu saya mencoba mengganti kaso tulang-tulang plafon.

Setelah kedatangan tukang dan tentu saja setelah nego harga upah barulah mereka mengerjakan pekerjaan pokok. Seperti mengganti tulang-tulang plafon dan plafon yang sudah lapuk memperbaiki pintu dan akhirnya mencat dari dinding sampai kusen, daun jendela dan daun pintu. Dan banyak lagi.

Tentu saja hasil kerja saya sebagai tukang amatiran beda kualitas dari tukang "beneran" yang profesional. Saya pernah belajar mlester tapi sampai sekarang saya tidak pernah berhasil mengerjakannya dengan benar.

Tukang juga manusia. Sebagai manusia mereka juga punya kekurangan dan kelebihan. Semisal ada yang kerja dengan hasil yang bagus, tapi boros matrial. Ada yang hasil kerjanya biasa-biasa saja tapi mau kompromi untuk berhemat matrial. Tinggal mau pilh yang mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun