Tadi malam, bertepatan dengan tanggal 28 Oktober 2021 gelaran ceremonial dalam rangka kirab hari Santri Nasional dan Tasyakuran Sumpah Pemuda digelar oleh panitia Remaja Masjid di Masjid tertua di daerah saya tinggal. Santri TPQ, warga jamaah Musholla dan saya yang termasuk jamaah Al Barzanji tingkat RW ikut mewakili acara yang digelar sehabis Isyak tersebut. Bersuka ria, berbagi dan melangitkan harapan dalam doa bersama  adalah rangkaian acara yang ditampilkan dengan aturan tetap bermasker dan taat prokes. Memasuki Endemi, acara terasa menyejukkan hati.
    Hari Santri tentu bermakna penghargaan bagi para santri. Hal ini dilihat karena tumbuh suburnya kesadaran bersantri dari mulai pendidikan dasar. Kelas TPA TPQ hadir disetiap lingkungan masyarakat disetiap musholla. Kegiatan mereka juga sudah menjadi pilihan alternatif utama bagi ibu ibu untuk mencarikan kegiatan bagi putra putrinya untuk menimba ilmu pengetahuan agama dimulai dari jam 14.30 sampai sore. Kurikulum pelajaran yang menarik , gampang dipelajari murid murid usia Dasar adalah magnet bagi ibu ibu agar putra putrinya mempunyai bekal ilmu agama. Dan tentu saja biaya yang terjangkau atau bahkan bisa dibilang murah. Murah tetapi lancar.Â
   Bagi saya pribadi, santri bukan hanya mereka yang menimba ilmu di pondok pesantren. Gairah murid murid yang belajar di TPA TPQ, jamaah Bapak dan Ibu Ibu yang tergabung dalam kegiatan rutin Yasinan, Tahlil dan Barzanji adalah juga kegiatan ber "santri". Kenapa saya sematkan santri pada mereka? Karena kata santri itu bermuatan dalam maknanya. Layaknya "jimat" yang baik santri akan ber "aura" positif, menjadi teladan, ikut membangun masyarakat dan menghasilkan kedamaian, keselarasan satu sama lain dalam kehidupan.
   Ada banyak "hal" yang digerakkan dalam kegiatan bersantri bagi kami anggota jamaah dengan latar belakang ekonomi, profesi dan kebiasaan yang beragam. Kreatif dalam ide dan gagasan untuk pendirian kelas TPA TPQ, kelas Iqra atau belajar membaca Al Quran untuk semua usia tentu ide bersama berawal dari keinginan dan kebutuhan masyarakat, kepentingan kami bersama.  Berswadaya dalam pendanaan untuk kegiatan operasional, mandiri sekaligus luwes menghadapi perkembangan zaman juga PR bersama yang dikerjakan secara berjamaah. Yang menarik tentu saja adalah anggota jamaah yang dulunya pernah "mondok" , semangat menjadi santri ini adalah semangat sepanjang umur.  Tidak lagi dibangku pondokan, santri mereka sudah membaur dalam kegiatan bermasyarakat. Keteladanan dalam disipilin bekerja, jujur, amanah dan ringan tangan tidak lagi hanya sebuah fatwa tulisan. Hal itu harus diterapkan.Â
  Benar apabila santri adalah elemen bangsa, tidak pelengkap hanya sebagai tampilan seperti dalam susunan acara pembacaan doa semata.  Mewarnai dan menjiwai disetiap kegiatan bermasyarakat. Memahami kebersihan adalah sebagian besar dari iman, bersantri bisa diterapkan  dalam setiap aktivitas kelompok BinaLingkungan Peduli Sampah. Inovasi, modern dan melek tehnologi bisa dipelajari dan dikembangkan disini.
Ketika kemandirian ini menampakkan hasil dan mulai memetik buah perjuangan dengan support dan dukungan dari pemerintah, ya begitulah kelompok akhirnya menjadi semangat dan teladan bagi yang lain. Masih banyak celah dan aktivitas bermasyarakat, atau kegiatan kepedulian sosial dengan jiwa santri.
Ruh semangat yang baik, diterapkan dalam setiap elemen kehidupan maka kekuatan positifnya akan menjadi salah satu elemen bangsa yang penting. Memperbaiki carut marut situasi kondisi lingkungan sekitar dan berbangsa secara teduh, pelan tapi penuh keyakinan dan melangkah bekerjasama dengan kekuatan bangsa yang lain juga tantangan santri dibangku pondokan maupun santri yang sudah terjun disekolah kehidupan. Beraura menarik, terus ingin melirik dan juga tak anti kritik maka jiwa santri akan dicari, dinanti dan jadi idola. Â Santri Idola, kamu , aku, kalian salah satunya? Aamiin.
  Â