Bersumber dari karya Acharya Aryasura, pujangga abad ke-2 Mesehi yang ribuan kisahnya terpahat menghiasi dinding Candi Borobudur, Jawa Tengah. Saya memberanikan diri merevitalisasi kisah-kisah itu menjadi lebih hidup dan menggubahnya agar lebih "aman" dikomsumsi anak-anak.
Kapan anak-anak mulai mengembangkan imajinasi? Kapan bisa merasakan kehangatan dekapan nenek sambil mengembarai dunia khayal? Kapan anak-anak tahu membedakan antara tokoh pahlawan dan kejahatan? Ya, kala mendengar dongeng dari orangtua di waktu malam tiba.Â
Persoalannya, dalam kenyataan tidak semua bocah sekarang mengenal dongeng. Orangtua terlalu sibuk, bahkan hanya untuk sekadar mendongeng satu episode pendek kepada anaknya di saat menjelang tidur. Di sisi lain banyak orangtua yang ingin mendongeng, tapi miskin perbendaharaan cerita yang baik untuk dikisahkan.
Dulu, ketika stasiun teve swasta belum merajalela, anak-anak enggan pergi tidur sebelum mendengar dongeng dari nenek mereka. Betapapun kala itu dongeng disampaikan dengan cara sangat sederhana. Tapi begitu era teve tiba dan terlebih sekarang kemudahan internet membanjirinya dengan aneka cerita berbudaya manca, Â dongeng yang sarat pesan lokal itu pelan-pelan tenggelam seperti kehilangan pesona.
Di tengah kegelisahan orang tua yang kehilangan pendengar setia saat ingin mendongeng  itulah buku ini hadir. Membawa serangkaian kisah kebajikan leluhur dengan teknik bercerita yang berbeda. Metode bertutur tanpa efek menggurui tetapi anak tetap bisa menyesap pesan dan ilmu pengetahuan yang disisipkan.
Sebagai salah satu penggiat dan penulis seni baca relief Candi Borobudur di Sekolah Budaya Nittramaya, saya ingin berbagi kisah-kisah indah itu.
Selamat menghidupkan dongeng.
Sumber :Â
Resensi : MEMANGGIL PULANG ANAK CUCU DENGAN BUKU DONGENG
Yogyakarta, 20 April 2022 patmamedia.com
Oleh : Muh. Sugiono