Mohon tunggu...
Man Suparman
Man Suparman Mohon Tunggu... w -

Man Suparman . Email : mansuparman1959@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Abnormal!

27 Oktober 2017   12:56 Diperbarui: 27 Oktober 2017   13:15 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: pikiran-rakyat.com

ISTILAH abnormal, bukan istilah atau kata yang baru dalam bahasa Indonesia, artinya sudah baku digunakan sehari-hari.Jika terjadi ada sesuatu yang tidak sesuai, lantas disebut abnormal.

 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB), yang dimaksud dengan abnormal, sudah jelas, yaitu, ab-nor-mal, tidak sesuai dengan keadaaan yang biasa : mempunyai kelainan, tidak normal.

 Abnormal bisa terjadi dalam segala urusan, misalnya saja dalam dunia politik yang menyngakut pilihan atau sikap pimpinan partai politik, perilaku politisi, dan lainnya. Walaupun sebetulnya dalam dunia politik yang  namanya abnormal bukan sesuatu yang aneh, sikap  atau perilaku abnormal banyak dianut oleh pimpinan parpol dan politisi.

 Sebut saja DPP Golkar, dalam menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jabar atau pemilihan gubernur (Pilgub) Jabar yang akan digelar tanggal 27 Juni 2018, malah mengusung Ridwan Kamil (Walikota Bandung), mengikuti langkah PPP, PKB, Nasdem, bukannya mengusung Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta) yang notabene Ketua DPD Golkar Jawa Barat.

 Normalnya, logikanya, DPP Golkar, mengsung Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi sebagai kader dan ketua DPD Golkar, telah bayak berjuang memebesarkan Golkar di Jawa Barat, sehingga dia  diibaratkan seorang anak punya "hak" diusung oleh ayahnya, namun dalam praktiknya tidak begitu.

 Pertanyaannya, kenapa ini tidak dilakukan oleh DPP Golkar, tentunya banyak pertimbangan. Pertimbangan itu, bisa macam-macam pertibangan kepentingan pribadi, kelompok, kepentingan politik tentunya dan kepentingan-kepentingan lain.

 Boleh kan, jika publik menduga-duga, DPPG Golkar tidak mengusung Dedi Mulyadi, karena diduga Dedi tidak kaya sekaya Ridwan Kamil, sehingga diduga tak adapt membayar "mahar" yang besar,  Dedi Mulyadi yang datang dari kampung tidak ganteng seganteng Ridwan Kamil, sehingga tak sepopuler Ridwan Kamil di medsos atau karena jika Golkar mengusung Dedi Mulyadi, takut kalah, karena citra Golkar tengah terpuruk.

 Dugaan-dugaan dan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sederhana muncul ditengah-tengah publik yang mengamati menjelang pilgub Jabar ini. Dedi Mulyadi "disakiti" oleh parpol tempatnya berjuang, jadi korban abnormal kebijakan politik DPP.

 Jika sekarang Dedi Mulyadi tengah mendekati PDIP untuk dapat maju menjadi bakal calon gubernur Jabar, boleh jadi langkah yang tepat. Bagaimana pun PDIP merupakan parpol yang terpopuler saat ini. Pada pileg 2014  di DPRD Jabar memperoleh 20 kursi,sedangkan Golkar 17 kursi.

 Begitulah, yang namanya politik.

0000

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun