Mohon tunggu...
Malida  Fitri
Malida Fitri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Code", Solusi Cerdas Ekstrakurikuler Mading dalam Memberantas Berita Hoax

27 Oktober 2017   00:02 Diperbarui: 27 Oktober 2017   00:16 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keterbukaan informasi yang didukung oleh kemajuan teknologi membuat dunia berada dalam kondisi border less atau tanpa batas. Dalam sosiologi pembangunan, istilah border lessdiartikan sebagai kondisi negara yang tidak memiliki batas. Artinya, difusi kebudayaan dan informasi dapat dengan mudah terjadi ke berbagai belahan dunia dalam waktu yang singkat. Secara lebih khusus, kondisi border lessdisebut dalam empat ciri globalisasi menurut Prof. HAR Tilaar dalam bukunya Membenahi Pendidikan Nasional (2009: 2-3), selain kemajuan ilmu teknologi, kesadaran terhadap HAM dan kewajiban asasi manusia, dan masyarakat mega kompetisi. Salah satu dampak negatif dari adanya kondisi border lessadalah tersebarnya berita-berita hoax dari oknum-oknum tertentu untuk meraup kepentingan pribadinya.

Data Dewan Pers Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2016 ada sekitar 43.000 situs berita online dan 1.771 diantaranya adalah situs berita yang memenuhi syarat resmi dan tidak menyebarkan berita hoax. Berdasarkan data tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ada 41.229 situs berita online tidak resmi dan menyebarkan berita hoax. Banyaknya situs berita tidak resmi ini membuat penyebaran berita hoax di Indonesia sudah memasuki fase darurat, artinya tidak hanya mengganggu profesionalitas kinerja jurnalis saja tetapi juga memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara yang menuimbulkan berbagai gesekan negatif dalam masyarakat.

Di bidang pendidikan, penyebaran berita hoax sangat memperihatinkan. Sebab di era literasi digital, banyak guru memberi tugas pada peserta didiknya dengan menggunakan sumber internet. Guru-guru bidang ilmu sosial misalnya. Seringkali memberi tugas mencari permasalahan sosial untuk didiskusikan di dalam kelas. Dapat dibayangkan betapa bahayanya generasi penerus bangsa yang sedang belajar justru mendapatkan berita dan ilmu yang hoax. Tidak hanya itu saja, berita hoax juga membuat peserta didik kerap kali kebingungan dalam menentukan kebenaran materi yang sedang dipelajari. Sehingga diperlukan penanganan serius terhadap penyebaran berita hoax dari seluruh warga sekolah, terutama peran guru dan peran ekstrakurikuler majalah dinding selaku organisasi yang bergerak di bidang keilmiahan di sekolah.

Ekstrakurikuler majalah dinding (selanjutnya dibaca mading) menempati posisi strategis di sekolah. Sebab tidak hanya berisi tentang tempelan-tempelan gambar tanpa makna saja, tetapi juga harus turut serta mendukung porgram pemerintah dalam pemberantasan berita hoax, seperti yang tertuang dalam dalam Siaran Pers NO. 02/HM/KOMINFO/01/2017 tentang Gerakan Bersama Anti HOAX dan peluncuran situs TurnBackHoax.id.

Ekstrakurikuler mading di SMK Negeri 1 Dukuhturi memiliki visi menjadi media yang Edukatif, Informatif, dan Inspiratif. Dari visi ini terdapat beberapa misi yang salah satunya adalah mendukung program pemerintah dalam memberantas penyebarluasan berita hoax dan menjadi pelopor anti hoax di sekolah. Pada sub visi edukatif, tim redaksi mading selalu mencantumkan sumber dalam menulis artikel dan menggunakan berbagai referensi bandingan sehingga tulisan yang dihasilkan tidak bersumber pada budaya copy pastesaja tetapi melalui tahap berpikir kritis dan analitis peserta didik.

Pada sub visi yang kedua, yakni informatif, tim redaksi mading selalu memberitakan peristiwa-peristiwa yang faktual dan aktual, baik yang terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Tujuannya adalah memberi informasi seluas-luasnya pada warga sekolah. Secara lebih khusus, tim redaksi mading selalu membandingkan informasi dari masa ke masa untuk mendapatkan informasi yang holistik dan mendapatkan refleksi atau nilai-nilai yang dapat diteladani dari peristiwa yang sedang dibahas. Kemudian pada sub visi inspiratif, tim redaksi mading memberikan satu kolom yang diisi tentang karikatur sentilan yang berfungsi sebagai kontrol sosial warga sekolah. Karikatur sentilan berisi tentang peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di sekolah tetapi tidak sesuai dengan harapan peserta didik dan guru. Kemudian ditambah kolom saran sebagai penyeimbang berita sehingga tidak terkesan mengkritik saja tetapi juga memberikan solusi terbaik. Harapannya setelah membaca kolom karikatur sentilan seluruh warga sekolah dapat terinspirasi untuk terus melakukan hal-hal yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat dan juga di sekolah.


Dalam kajian ilmu sosiologi, keberadaan ekstrakurikuler mading di SMK Negeri 1 Dukuhturi dan perannya dalam memberantas berita hoax dapat dianalisis dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural milik Talcott Parsons. Teori ini membahas tentang kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk menuju keseimbangan sistem, yakni terciptanya iklim budaya literasi yang mantap dan generasi "melek" berita di SMK Negeri 1 Dukuhturi. Teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons memiliki konsep analisis AGIL, yang terdiri atas empat unsur A (adaptation), G (goal attainment), I (integration) , dan L (latency).

Komponen A atau adaptation, artinya sebuah sistem harus mampu beradaptasi dengan lingkungan, termasuk kemampuan menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Pada tahap ini ekstrakurikuler mading harus memberitakan peristiwa-peritiwa terkini dengan sumber berita yang berimbang dan yang terpercaya. Hal ini dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai referensi terkait tema terbitan atau artikel yang ditulis. 

Komponen G meliputi goal attainmnet atau pencapaian tujuan. Pada tahap ini sebuah sistem harus mampu mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai jika semua komponen berjalan. Dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai adalah terciptanya iklim budaya literasi yang mantap dan generasi "melek" berita. Lebih jauh lagi, kedua tujuan tersebut bermuara pada setiap warga sekolah menjadi pelopor berita anti hoax dalam masyarakat.

 Komponen berikutnya adalah I atau integration, artinya sebuah sistem harus mampu mengatur dan menjaga keseimbangan ketiga komponen lainnya yaitu komponen A, G, dan L. Dalam hal ini perlu adanya sinergitas yang baik dengan ekstrakurikuler lain dan guru-guru lain sehingga berita hoax tidak langsung menyebar dan di-iya-kan oleh warga sekolah.

Komponen terakhir adalah L atau latency, artinya sistem yang telah berjalan harus mampu memelihara dan memperbaiki pola-pola individual dan kultural yang telah berjalan sehingga dapat meminimalisir disfungsi komponen dan disfungsi sistem. Pada tahap terakhir ini perlu adanya pembaharuan atas peran tim redaksi mading untuk menciptakan iklim budaya literasi yang mantap dan kondisi "melek" berita di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun