Mohon tunggu...
Mala Silviani
Mala Silviani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ihdinas shiraatal mustaqim.

Berusaha meluangkan waktu untuk menulis, karena dengan menulis saya tahu siapa diri saya sebenarnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perbaikan Diri dalam Upaya Perbaikan Bangsa

28 Mei 2020   20:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   20:52 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bismillahirrahmaanirrahim..

Berawal dari sebuah buku yang dibeli Penulis dua minggu yang lalu, Penulis tersentak ketika membacanya pada halaman-halaman sub-bab pembuka, hingga sampailah dipertemukan dengan sub-bab halaman yang menuliskan menyisipkan pesan yang bertuliskan "Kalau yang terpenting dalam hidup Anda saat ini adalah meneruskan hidup, maka apapun pekerjaan dan kegiatan yang Anda lakukan, semata-mata tertuju untuk menghiasi dan mencukupi hidup". 

Tepatnya, tak sedikit dari kita sebagai manusia berlomba mengumpulkan materi untuk menyambung hidup dan menuntun serta membentuk kita menjadi pribadi yang menghamba pada sifat dan sikap materialistis dengan kata lain terlalu money oriented.

Lalu, apa hubungannya dengan judul pada tulisan Penulis kali ini? tentu saja ada, dalam pemahaman Penulis ada koheren di antara keduanya. Bagaimanapun, ketika hidup dibutakan oleh syahwat untuk menumpuk materi demi memuaskan diri maka sifat nasionalisme dalam diri akan terkikis secara perlahan namun pasti. 

Menyambung hidup memang penting. Tapi, bukankah memaknai hidup jauh lebih penting? lagipula tak jarang alam pikir kita tegas mengatakan "apa gunanya sih mencintai Bangsa/Negara ketika Negara tak mampu melindungi hidup dan memberi hak-hak rakyatnya, termasuk saya!". 

Terlebih di zaman induvidualistis saat ini. Namun, bukankah ada sindirian yang mengatakan "Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan kepada Negara."

Bagi kaum Populis (rakyat kecil) jangankan memikirkan bagaimana mampu berkontribusi dalam upaya perbaikan bangsa, memperbaiki hidup diri sendiri pun masih minim upaya. 

Demikian juga bagi para pesimis, dalam hal ini termasuk penulis. Memang, sulit rasanya mampu berkontribusi untuk memperbaiki suatu Bangsa/Negara yang jika dilihat dari segi apapun itu, politik, ekonomi dan atau sosial sudah banyak disorientasi, hanya saja saat ini kita tinggal menunggu datangnya malapetaka dari tumpukan kekacauan yang sudah ada.

Namun, pasti akan selalu ada jalan keluar untuk mengupayakan keluar dari jeratan yang terasa mencekikan ini. Bagaimanapun, ketika Negara tak mampu memenuhi apa yang seharusnya Negara berikan kepada Rakyat, maka jangan harap rakyat akan memberikan cinta dan baktinya pada Negara. 

Perangkap inilah yang memang diciptakan setan dan berhasil membuat manusia tak mampu untuk menolaknya, perangkat tentang kalau keadilan ekonomi hilang, maka tinggal saatnya menunggu kerusakan umat manusia. 

Bukankah kemiskinan mampu melumpuhkan keimanan? Kemiskinan pula jugalah gerbang menuju kekufuran, karena kemiskinan laksana kunci emas yang mampu menyesatkan manusia dari kebenaran dan membuka pintu untuk berpaling dari Sang Pencipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun